Jumat, 06 Mei 2011

Usaha Kecil dan Menengah

Usaha Kecil dan Menengah
I.Pendahuluan
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih.
Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota

II.Pembahasan
Contoh-contoh peluang Usaha Kecil Dan Menengah Di Indonesia
Jasa Pijat Urut dan Massage.

Tentu anda tahu bahwa banyak orang yang senang dengan yang namanya pijat, urut atau massage. Karena memang pemijatan membuat badan rileks karena darah mengalir dengan lancar ataupun juga menyembuhkan penyakit karena otot kejang atau persendian terkilir. Tapi seringkali teramat susah mencari tukang pijat yang bisa dipanggil datang kerumah. Biasanya tukang pijat atau tukang urut hanya mangkal dirumah sendiri dan menunggu pasien. Lalu bagimana bila ada pasien yang memerlukan pijat urut namun tidak bisa mendatangi tempat pemjatan? Rasanya perlu ada jasa pemijatan yang bisa di panggil untuk datang kerumah pasien dan ini bisa menjadi peluang usaha kecil buat anda. Anda bisa memijat, mungkin anda bisa mencoba ide ini. Untuk promosi usaha anda bisa membaca promosi secara konvensial atau promosi usaha melalui media internet.

Jasa Potong Rambut

Potong rambut tentu harus dilakukan secara berkala kan? Setidaknya tiap bulan sekali setiap orang potong rambut, bahkan ada yang lebih cepat dari itu. Nah jika anda bisa mencukur rambut, anda bisa menjalani peluang usaha kecil ini dengan cara berkeliling menggunakan sepeda dan tidak hanya mangkal disuatu tempat menunggu pelanggan. Cara promosi juga dapat dilakukan dengan cara diatas.

Jasa Setrika Baju

Saat ini banyak sekali orang dengan kesibukan yang luar biasa, sampai mengurus pakaian sendiri saja keteteran, terutama menyetrika. enyetrika memang merupakan kegiatan yang memboankan. Anda bisa menwakan jas tersebut kepada orang disekitar anda, baik dengan mendatangi tempat mereka atau anda bisa menerima pakaian yang akan disetrika. Untuk promosi ikuti langkah tersebut diatas.

Jasa Mempromosikan Usaha Orang Lain

Peluang usaha kecil dengan modal minimal yang satu ini justru membantu apa yang dikerjakan oleh para pekerja diatas dengan membantu empromosikan usaha mereka. Anda bisa membuat semacam brosur kecil yang dpat anda buat di komputer dan anda sebarkan ke tempat-tempat yang strategis. Selain itu juga dapat memposting promos usaha di internet. bayaran dapat anda atur antara anda dengan pembeli jasa anda.
MENGAPA USAHA KECIL PERLU DIKEMBANGKAN?
Sejak tahun 1983, pemerintah secara konsisten telah melakukan berbagai upaya deregulasi sebagai upaya penyesuaian struktural dan restrukturisasi perekonomian. Kendati demikian, banyak yang mensinyalir deregulasi di bidang perdagangan dan investasi tidak memberi banyak keuntungan bagi perusahaan kecil dan menengah; bahkan justru perusahaan besar dan konglomeratlah yang mendapat keuntungan. Studi empiris membuktikan bahwa pertambahan nilai tambah ternyata tidak dinikmati oleh perusahaan skla kecil, sedang, dan besar, namun justru perusahaan skala konglomerat, dengan tenaga kerja lebih dari 1000 orang, yang menikmati kenaikan nilai tambah secara absolut maupun per rata-rata perusahaan (Kuncoro & Abimanyu, 1995).
Dalam konstelasi inilah, perhatian untuk menumbuhkembangkan industri kecil dan rumah tangga (IKRT) setidaknya dilandasi oleh tiga alasan. Pertama, IKRT menyerap banyak tenaga kerja. Kecenderungan menerap banyak tenaga kerja umumnya membuat banyak IKRT juga intensif dalam menggunakan sumberdaya alam lokal. Apalagi karena lokasinya banyak di pedesaan, pertumbuhan IKRT akan menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan, dan pembangunan ekonomi di pedesaan (Simatupang, et al., 1994; Kuncoro, 1996). Dari sisi kebijakan, IKRT jelas perlu mendapat perhatian karena tidak hanya memberikan penghasilan bagi sebagian besar angkatan kerja Indonesia, namun juga merupakan ujung tombak dalam upaya pengentasan kemiskinan. Di perdesaan, peran penting IKRT memberikan tambahan pendapatan (Sandee et al., 1994), merupakan seedbed bagai pengembangan industri dan sebagai pelengkap produksi pertanian bagi penduduk miskin (Weijland, 1999). Boleh dikata, ia juga berfungsi sebagai strategi mempertahankan hidup (survival strategy) di tengah krismon.
Kedua, IKRT memegang peranan penting dalam ekspor nonmigas, yang pada tahun 1990 mencapai US$ 1.031 juta atau menempati rangking kedua setelah ekspor dari kelompok aneka industri. Ketiga, adanya urgensi untuk struktur ekonomi yang berbentuk piramida pada PJPT I menjadi semacam "gunungan" pada PJPT II. Gambar 1 memperlihatkan bahwa pada puncak piramida dipegang oleh usaha skala besar, dengan ciri: beroperasi dalam struktur pasar quasi-monopoli oligopolistik, hambatan masuk tinggi (adanya bea masuk, nontariff, modal, dll.), menikmati margin keuntungan yang tinggi, dan akumulasi modal cepat. Puncak piramida ini (bagian yang diarsir) sejalan dengan hasil survei Warta Ekonomi (1993) mengenai omset 200 konglomerat Indonesia.


TANTANGAN DAN MASALAH
Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
Secara garis besar, tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi dalam dua kategori: Pertama, bagi PK dengan omset kurang dari Rp 50 juta umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka, umumnya asal dapat berjualan dengan “aman” sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila kredit dari BPR-BPR, BKK, TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam-KUD) amat membantu modal kerja mereka.
Kedua, bagi PK dengan omset antara Rp 50 juta hingga Rp 1 milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh PK jenis ini adalah (Kuncoro, 1997): (1) Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; (2) Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman baik dari bank maupun modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi; (3) Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin ketat; (4) Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah; (5) Masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkulaitas rendah, dan tingginya harga bahan baku; (6) Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti; (7) Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil. MENCARI STRATEGI PEMBERDAYAAN YANG TEPAT
Strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam:
• Aspek managerial, yang meliputi: peningkatan produktivitas/omset/tingkat utilisasi/tingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran, dan pengembangan sumberdaya manusia.
• Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% dari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, KKU).
• Mengembangkan program kemitraan dengan besar usaha baik lewat sistem Bapak-Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu (backward linkage), modal ventura, ataupun subkontrak.
• Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri).
• Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).
Harus diakui telah cukup banyak upaya pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang concern dengan pengembangan usaha kecil (lihat Tabel 4). Hanya saja, upaya pembinaan usaha kecil sering tumpang tindih dan dilakukan sendiri-sendiri. Perbedaan persepsi mengenai usaha kecil ini pada gilirannya menyebabkan pembinaan usaha kecil masih terkotak-kotak atau sector oriented, di mana masing-masing instansi pembina menekankan pada sektor atau bidang binaannya sendiri-sendiri. Akibatnya terjadilah dua hal: (1) ketidakefektifan arah pembinaan; (2) tiadanya indikator keberhasilan yang seragam, karena masing-masing instansi pembina berupaya mengejar target dan sasaran sesuai dengan kriteria yang telah mereka tetapkan sendiri. Karena egoisme sektoral/departemen, dalam praktek sering dijumpai terjadinya "persaingan" antar organisasi pembina. Bagi pengusaha kecil pun, mereka sering mengeluh karena hanya selalu dijadikan "obyek" binaan tanpa ada tindak lanjut atau pemecahan masalah mereka secara langsung.
Dalam konteks inilah, usulan Assauri (1993) untuk mengembangkan interorganizational process dalam pembinaan usaha kecil menarik untuk kita simak. Dalam praktek, struktur jaringan dalam kerangka organisasi pembinaan usaha kecil semacam ini dapat dilakukan dalam bentuk inkubator bisnis dan PKPK (Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil). PKPK adalah ide dari Departemen Koperasi dan PPK, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai wadah pengembangan pengusaha kecil menjadi tangguh dan atau menjadi pengusaha menengah melalui kerjasama dengan perguruan tinggi dan koordinasi antar instansi. Saat ini tercatat sudah ada 16 PKPK di Indonesia, yang tersebar di 13 propinsi, yang konon diperluas hingga 21 perguruan tinggi pada 18 propinsi. Kegiatan semacam ini ini merupakan suatu terobosan yang tepat mengingat potensi pengusaha kecil

KESIMPULAN
Artikel ini telah mencoba menganalisis perkembangan IKRT di Indonesia. Titik berat analisis adalah pada profil dan masalah utama yang dihadapi oleh IKRT. Fakta membuktikan bahwa pertumbuhan usaha besar yang pesat dan fantastis sejak dasawarsa 1970-an terbukti telah menutupi pertumbuhan IKRT yang relatif tersendat-sendat. Kendati demikian, IKRT ternyata telah memainkan peran yang patut diperhitungkan dalam menyerap tenaga kerja, ekspor, dan menopang penghasilan keluarga rumah tangga baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Memang berbagai program telah ditawarkan oleh LSM maupun universitas. Namun, hasil dari program tersebut belum banyak dirasakan oleh sebagain besar IKRT. Ini terbukti setidaknya dari belum tuntasnya masalah yang mereka hadapi. Program kemitraan dan keterkaitan antara usaha besar dan kecil ternyata masih dalam tahap embrionik.
Implikasinya, agaknya sudah saatnya diperlukan reorientasi prinsip kemitraan. Jalinan kemitraan harus didasarkan atas prinsip sinergi, yaitu saling membutuhkan dan saling membantu. Prinsip saling membutuhkan akan menjamin kemitraan berjalan lebih langgeng karena bersifat "alami" dan tidak atas dasar "belas kasihan". Berlandaskan prinsip ini, usaha besar akan selalu mengajak usaha kecil sebagai partner in progress. Pola bapak-anak angkat banyak yang tidak didasari atas prinsip saling membutuhkan. Ini berdasarkan fakta, seringkali bidang usaha dari si Bapak Angkat sama sekali berbeda dan tidak ada kaitan hulu-hilir atau hilir-hulu dengan bidang usaha dari usaha kecil yang menjadi anak angkatnya. Sistem Bapak Angkat ini memang diharuskan bagi BUMN dengan menyisihkan 1-5% labanya, dan bagi perusahaan swasta besar dengan cara persuasif. Yang terjadi di lapangan adalah: (1) pembinaan yang diberikan bapak angkat dirasakan kurang efektif karena bapak angkat bagaikan sinterklas yang membagi dana pembinaan tanpa peduli dengan dinamika bisnis anak angkatnya; (2) Bapak Angkat pun merasakan kemitraan yang terjalin hanyalah sekadar memenuhi misi sosial.
Prinsip saling membantu akan muncul apabila usaha besar memang membutuhkan kehadiran usaha kecil. Program subkontrak yang telah berjalan dari Grup Astra dan Bukaka, misalnya, merupakan contoh betapa jalinan kemitraan dapat meningkatkan efisiensi. Astra mensubkontrakkan pembuatan suku cadang kendaraan bermotor kepada para pengusaha kecil di Jawa. Bukaka juga mempercayakan pembuatan bagian-bagian tertentu dari "garbarata" kepada pengusaha kecil. Demikian juga, pengusaha-pengusaha batik nasional kita mendapat pasokan batik dari pengusaha batik skala kecil di Yogya dan Surakarta. Studi Ismoyowati (1996) menunjukkan bahwa dengan pola subkontrak: (1) telah terjadi peningkatan efisiensi dan produktivitas pengusaha kecil mitra binaan PT Astra; (2) peningkatan kualitas output dan ketepatan pengiriman barang; (3) industri kecil penghasil komponen kendaraan bermotor, yang merupakan binaan Astra, yang tadinya bersifat padat karya berubah menjadi industri padat modal. Studi Harianto (1996) pun menemukan adanya praktek subkontrak yang menguntungkan untuk industri sepeda, permesinan, dan perdagangan di Jabotabek, Bandung, Klaten, Jawa Timur, dan Bali karena dapat menekan ongkos, adanya technical linkages, dan berbagi resiko. Jelas, dengan kemitraan pola subkontrak dan dagang semacam ini tidak ada superioritas dan inferioritas; yang ada hanya mutual relationship, saling membantu karena adanya hubungan proses produksi yang saling menguntungkan banyak lembaga baik pemerintah

Rabu, 06 April 2011

INDUSTRIALISASI

INDUTRIALISASI

I.PENDAHULUAN
industrialisasi adalah suatu proses menciptakan interaksi para pihak yang memiliki kepentingan ekonomis yang sama terhadap suatu siklus rantai nilai. Proses ini dapat terjadi secara alamiah maupun disengaja. Secara alamiah, pemicu proses industrialisasi adalah pasar. Jadi, pasar yang membutuhkan barang/jasa otomotif memancing munculnya para produsen otomotif untuk mensuplai kebutuhan pasar. Pada gilirannya, kebutuhan logistik produsen akan menghadirkan para supplier. Lalu, setelah barang/jasa selesai dibuat, maka proses delivery ke pasar akan memerlukan para distibutor dari hulu ke hilir. Ketika tingkat persaingan menjurus tak terkendali, bahkan kepentingan lingkungan sosial dan alam harus diakomodir, maka pemerintah turun tangan menjadi wasit melalui berbagai regulasi yang menjamin keterbukaan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness.
Industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan ekonomi yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi merupakan proses perubahan struktur ekonomi dari struktur ekonomi pertanian atau agraris ke struktur ekonomi industri. Tidak dapat dipungkiri bahwa industrialisasi memberikan dampak yang positif bagi perekonomian di Indonesia, dengan kata lain sektor industri manufaktur muncul menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat mengimbangi laju pertumbuhan sektor pertanian.

LATAR BELAKANG INDUSTRIALISASI INDONESIA
Revolusi Industri
II.PEMBAHASAN
Dimulai dari sejarah revolusi industri, Revolusi Industri adalah perubahan teknologi, sosioekonomi, dan budaya pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19Inggris dengan perkenalan mesin uap (dengan menggunakan batu bara sebagai bahan bakar) dan
ditenagai oleh mesin (terutama dalam produksi tekstil). Perkembangan peralatan mesin
logam-keseluruhan pada dua dekade pertama dari abad ke-19 membuat produk mesin
produksi untuk digunakan di industri lainnya. yang terjadi dengan penggantian
ekonomi yang berdasarkan pekerja menjadi yang didominasi oleh industri dan
diproduksi mesin. Revolusi ini dimulai di
Awal mulai Revolusi Industri tidak jelas tetapi T.S. Ashton
menulisnya kira-kira 1760-1830. Tidak ada titik pemisah dengan Revolusi Industri
II pada sekitar tahun 1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi
mendapatkan momentum dengan perkembangan kapal
tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut
perkembangan mesin bakar dalam
dan perkembangan pembangkit tenaga listrik.
Efek budayanya menyebar ke seluruh Eropa Barat dan Amerika Utara, kemudian mempengaruhi
seluruh dunia. Efek dari perubahan ini di masyarakatNeolitikum ketika pertanian mulai dilakukan dan membentuk peradaban, menggantikan kehidupan nomadik.
Industialisasi Nasional
Cukup lama sudah ekonomi nasional berjalan di
atas realitas yang mengancam.Indonesia sekedar menjadi pasar, sasaran eksploitasi alam, dan sasaran eksploitasi tenaga
kerja murah bagi kemajuan negeri-negeri kapitalis maju. Produktivitas rata-rata
masih sangat rendah sementara, konsumtivisme dipaksa menjadi budaya dominan.
Pengangguran semakin banyak, kemiskinan bertambah, dan praktek percaloan bukan
sekadar budaya di sektor ekonomi tapi, juga melanda sektor politik dan
kehidupan sehari-hari masyarakat.
Karenanya, merupakan kebutuhan obyektif untuk memberi
penjelasan dari sudut alternatif anti-neoliberal beserta solusinya termasuk,
cita-cita alternatif seperti apa yang hendak dituju. Tanpa bermaksud
menghadirkan determinisme sempit, ajuan gagasan industrialisasi nasional
sebagai jawaban alternatif patut mendapat sambutan. Jawaban ini, tentu saja,
menyertakan perubahan pada dimensi sosial lain seperti pada bidang politik,
sosial-budaya, birokrasi, pertahanan-keamanan, lingkungan hidup, dll.
Cita-cita industrialisasi nasional adalah menciptakan
kemakmuran bagi seluruh rakyat, dalam pengertian; kebutuhan barang dan jasa
tercukupi, masyarakat punya daya beli, karena penghasilan yang layak disertai
produktivitas tinggi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang maju
secara adil dan merata. Berdiri sejajar dengan itu, industrialisasi juga
bermakna membangun ketahanan ekonomi nasional, sehingga kedaulatan sebagai
negara-bangsa nyata terwujud. Gambaran tersebut tidak lantas mengisolir
perekonomian nasional sebagaimana kerap dicurigai sebagian kalangan. Kerja sama
dengan negeri-negeri lain di seluruh dunia, tentu sangat penting sehingga perlu
dipererat. Namun kerja sama tersebut bukan dalam bentuk hubungan yang
eksploitatif tapi, hubungan yang setara dan saling memajukan. Bahkan, apabila
kedaulatan dan kemajuan berhasil dicapai, akan semakin membuka potensi kita
memajukan negeri-negeri terbelakang lain yang saat ini masih senasib.
Cakupan Industrialisasi Nasional
Makna praktis industrialisasi adalah memajukan tenaga
produktif menjadi lebih modern, dapat diakses secara massal, dan tinggi
kualitas. Tanpa kemajuan tenaga produktif, negeri ini tidak akan punya
ketahanan ekonomi menghadapi gempuran neoliberalisme. Tanpa ketahanan ekonomi,
kedaulatan negeri ini - terutama kedaulatan rakyatnya - berhenti sebatas
cita-cita.
Menjelaskan program industrialisasi nasional secara
konkret, baik rangkaian transaksi maupun variabel-variabelnya, bukan perkara
sederhana. Sebabnya, transaksi dan variabel industrialisasi merupakan peta
jalan, menuju cita-cita industrialisasi nasional yang berhubungan dengan
rincian dalam aspek mikro maupun makro ekonomi. Tapi, di sini saya coba
mengurai dalam batasan secara umum, dengan berangkat dari apa yang ada, serta
menghadirkan apa yang seharusnya sudah ada tapi belum ada, dalam syarat sebagai
negeri modern dan berkeadilan sosial. Karenanya, saya akan sangat
berterimakasih apabila tulisan ini dapat dikritisi dan atau dilengkapi oleh
siapa saja yang berkenan melakukannya.
Terdapat tiga variabel kerja pokok yang saling berhubungan
dalam batasan tersebut: pertama, mengapa dan bagaimana program
industrialisasi nasional dapat melindungi industri yang ada, sehingga tidak
semakin hancur karena kalah bersaing di tingkat global, regional, maupun lokal
(terhadap industri negeri-negeri yang lebih maju); kedua, mengapa dan
bagaimana program industrialisasi nasional dapat mengambil-alih atau melakukan
proses transfer kepemilikan atas sumber daya produksi vital, energi, teknologi
dan ilmu pengetahuan, yang masih dikontrol oleh korporasi asing ke dalam
kontrol negara (meski tidak harus berbentuk BUMN, melainkan lewat pengetatan
kebijakan ekonomi); ketiga, mengapa dan bagaimana program
industrialisasi nasional dapat menciptakan dan mengembangkan sumber daya
produksi baru. Pada tahap awal (sumber daya produksi baru tersebut), diciptakan
dan dikembangkan menurut kebutuhan memajukan sektor-sektor produksi vital yang
masih tertinggal dari segi teknologi dan sistem produksi seperti, tanaman
pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Proses industrialisasi, dengan meminjam istilah dari Dawam Rahardjo-adalah suatu keniscayaan (Dawam Rahardjo, 1995), karena proses ini dianggap sebagai sebuah kunci ke arah kemakmuran yang didambakan oleh setiap bangsa. Kendatipun bukan satu-satunya, industrialisasi dapat dianggap sebagai salah satu jalan yang penting dalam mencapai kemakmuran. Tujuan industrialisasi antara lain : memperluas lapangan kerja, menambah devisa negara, memanfaatkan potensi sumber daya alam maupun sumberdaya manusia dan terutama menggerakkan roda perekonomian suatu bangsa menjadi lebih cepat. Industrialisasi adalah sebuah kebutuhan suatu bangsa guna kelangsungan hidup yang semula bertumpu kepada pertanian. Pertumbuhan ekonomi rakyat yang dimaksud tulisan ini, adalah ekonomi dengan pelaku-pelakunya rakyat banyak, di luar konglomerat dan pengusaha besar lainnya, atau dikenal dengan akronim pengusaha UKM (Usaha Kecil dan Menengah).
Dampak positif industrialisasi dalam konteks globalisasi saat ini telah diketahui yakni meningkatkan produktivitas melalui peningkatan efisiensi. Namun dampak negatifnya masih banyak diperdebatkan orang, terutama kaitannya dengan kerusakan lingkungan. Ketika sebuah bangsa menggantungkan hidupnya kepada pertanian, maka masalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh masyarakat yang hidup dengan bertani belum begitu mengemuka dalam berbagai pembahasan. Lain masalahnya, ketika proses industrialisasi tengah berjalan, maka dampak positifnya rakyat banyak tak lagi terlalu menggantungkan hidupnya pada sumber alam yang langsung digali atau dimanfaatkan.
Peranan sektor industri dalam produksi nasional pada tahun 1990 cukup meningkat. Hal ini ditandai dengan sumbangannya sebesar 21% ke dalam produk domestik bruto (PDB), ini berarti telah melampaui sumbangan sektor pertanian sebesar 19%. (Hartanto, 1995). Selanjutnya berdasarkan data tahun 2000, besar komposisi perbandingan sumbangannya terhadap PDB adalah 30% industri dengan 10% pertanian (LPE-IBII, 2002).
Di Indonesia, ketika industri akan dikembangkan pada awal 1970-an, maka dikenallah tiga konsep pengembangan industri, yaitu : (a) konsep yang bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam/manusia (comparative advantages). (b) konsep yang mengandalkan kecepatan perubahan teknologi (State to the art of technology) dan (c) konsep keterkaitan antara hulu-hilir (industrial linkage). Ketiga konsep itu dilaksanakan secara serempak di Indonesia dimulai pada awal 1970-an. Walaupun ketika itu, terjadi tarik-menarik antara mana yang harus dijadikan prioritas dari masing-masing kelompok pendukung ketiga konsep di atas.
Dawam Rahardjo (1995) menguraikan bahwa di zaman penjajahan kolonial Belanda perkembangan sektor industri di Hindia Belanda (Indonesia) merupakan isue kontroversial, sebab kelompok konservatif di parlemen Belanda, tidak menyetujui adanya proses industrialisasi di tanah jajahan. Setelah merdeka dari penjajahan Belanda, beberapa tokoh mencoba menerangkan perlunya proses industrialisasi di Indonesia antara lain; Mohammad Hatta, Soemitro Djojohadikusumo dan Syafrudin Prawiranegara. Sumitro dari awal berpendapat bahwa industrialisasi perlu sebagai jalan keluar mengentaskan kemiskinan yang disebabkan karena bersumber pada ketergantungan kepada sektor pertanian. Sementara Hatta berargumen bahwa industrialisasi diperlukan sebab dapat menciptakan kemandirian yang lebih besar, sementara sektor pertanian dikhawatirkan karena sangat sensitif terhadap konjungtur perekonomian dunia. Syafrudin Prawiranegara, berbeda pendapat dengan banyak kalangan ketika bersemangat untuk menasionalisasikan perusahaan Belanda. Bagi Syafrudin ketika itu, proses Indonesianisasi jauh lebih penting ketimbang proses nasionalisasi. Karena itu ketika de Javasche Bank diubah menjadi Bank Indonesia, Safrudin membiarkan tenaga ahli Belanda tetap dimanfaatkan. Bagi Syafrudin bukan menguasai lembaganya, tetapi menguasai sistemnya jauh lebih penting.
Dari sudut pandang kepentingan perekonomian suatu bangsa, industrialisasi memang penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi tinggi dan stabilitas. Namun, industrialisasi bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan perkapita tinggi. Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antar negara, periode industrialisasi merupakan tahapan logis dalam proses perubahan struktur ekonomi. Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja. (Tulus Tambunan, 2001).
Dapat dipahami bahwa ketika membahas masalah industrialisasi, selalu terkait dengan sektor pertanian. Sehingga setiap persoalan industrialisasi akan dibahas secara serempak dengan keterkaitan ke masalah pertanian. Proses pembangunan di Indonesia tetap diawali dengan perhatian pada bagaimana menggerakkan perekonomian yang berbasis pertanian. Karena itu diutamakanlah industri yang menciptakan mesin-mesin pertanian dan sebagainya. Sasaran pembangunan jangka panjang tahap satu adalah, mengubah struktur ekonomi dari struktur yang lebih berat dari pada pertanian kepada struktur yang seimbang antara sektor pertanian dan sektor industri. (Hamzah Haz, 2003). Dengan struktur yang seimbang inilah maka ekonomi rakyat dapat ditumbuhkan.
Kelemahan mendasar pada pembangunan di masa lalu adalah, pertumbuhan tidak berhasil mencapai upaya mengaitkan pertumbuhan dengan pemanfaatan sumber daya alam, pertanian, dan kemaritiman. Ini mungkin salah satu alasan mengapa ketika awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dibentuk Menteri Negara Urusan Perikanan dan Sumber Daya Maritim, karena ketika itu, walaupun dasadari bahwa 60% wilayah Republik Indonesia adalah lautan. Kenyataan ini merupakan salah satu penyebab gagalnya proses industrialisasi di Indonesia dalam menciptakan lapangan kerja, sehingga ketika krisis terjadi sebagian besar angkatan kerja lebih 50% masih bekerja di sektor pertanian, sementara hanya 10% saja yang bekerja di sektor industri.
Pada awal sejarah kehidupan, manusia baru mengenal dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah disediakan alam. Perekonomian pada tahap ini disebut perekonomian yang berbasis pertanian, di mana kegiatan pertanian mendominasi seluruh aspek kehidupan. Kegiatan menghasilkan barang hanyalah terbatas pada industri rumah tangga. Demikian pula kegiatannya belumlah menonjol seperti keadaan sekarang. Perekonomian berbasis pertanian ini kemudian berkembang menjadi perekonomian berbasis industri. Tentu saja perkembangan ini akan menyangkut beberapa aspek, sehingga perlu diidentifikasi, ada perkembangan apa saja, serta bagaimana pola pengaruhnya kepada kontribusi kedua sektor yakni pertanian dan industri.
Di Indonesia, secara historis, proses industrialisasi itu telah berlangsung lama walaupun berbeda tingkat intensitasnya. Jika dikaitkan dengan kontribusi sektor industri kepada pendapatan domestik bruto, perubahan besar kecilnya kontribusi menunjukkan besarnya peran dalam perjalanan suatu sektor terhadap perekonomian bangsa. Persoalannya adalah seberapa besar peranan transformasi industri kepada perekonomian rakyat secara menyeluruh ?
METODOLOGI PENELITIAN.
Tulisan ini akan mencoba mengaitkan antara proses transformasi struktur dari sektor pertanian ke sektor industri dalam kurun waktu 1970-2000 dan peranannya bagi rakyat banyak. Untuk memudahkan analisa, tulisan ini diarahkan kepada beberapa pertanyaan berikut ini :
a. Bagaimana gambaran secara umum perkembangan proses industrialisasi dalam setiap dekade, kemudian apa peranannya bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi rakyat ?
b. Selama tiga dekade itu, yakni 1970-1980, 1980-1990 dan 1990-2000, peristiwa apa yang cukup menonjol setiap dekade dan hal-hal apa saja yang menarik perhatian untuk bahan pelajaran di masa depan ?
c. Bagaimana karakteristik hubungan antara beberapa variabel jika dianalisa secara regresi dan korelasi, sehingga dapat menjelaskan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya ?
Tentu saja mengingat luasnya pengkajian masalah ini, maka perlu dilakukan pembatasan dalam analisanya yakni :
1. Pengkajian akan dibatasi pada masalah perubahan kontribusi : pertanian, industri pengolahan, investasi swasta dan pemerintah, ketenagakerjaan dan upah, terhadap PDB Indonesia pada kurun waktu 1970-2000.
2. Pembahasan hanya dibatasi pada peristiwa-peristiwa yang menonjol pada setiap dekade, 1970-1980, 1980-1990 dan 1990-2000 yang diperkirakan berpengaruh kepada perubahan PDB tersebut. Ukuran menonjol dilihat dari beberapa luas masalah tersebut menjadi bahan berita dan kemunculan beberapa kebijakan yang diambil akibat adanya peristiwa itu.
Tulisan ini merupakan hasil (outcome) dari sebuah riset kepustakaan yang bersifat eksploratif, artinya, peneliti akan menggali bagaimana perubahan kontribusi sektor industri dan pertanian terhadap PDB dalam kurun waktu 1970-2000. Proses analisanya akan dibagi menjadi 3 babak yang menggambarkan karakteristik dari setiap dekade.
Dalam setiap babakan akan dilihat bagaimana pengaruh perubahan kontribusi beberapa variabel di samping industri dan pertanian. Untuk itu, analisa hanya dibatasi pada variabel : pertanian, industri pengolahan, investasi swasta dan pemerintah, ketenaga kerjaan, dan upah. Variabel ini sangat penting dan besar pengaruhnya pada konstelasi ekonomi suatu bangsa. Saling pengaruh dari masing-masing variabel terhadap industri dan pertanian dapat digambarkan dalam diagram kerangka berpikir di bawah ini.
Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan hipotesa, artinya riset tidak memberikan dahulu jawaban untuk dibuktikan. Riset lebih bersifat mengungkapkan segala kenyataan apa yang telah terjadi pada dua sektor utama ini yakni sektor pertanian dan sektor industri yang pada gilirannya nanti akan menjadi tulang punggung gerak hidup perekonomian suatu bangsa dan bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat banyak.
Analisa dilakukan dengan cara mengumpulkan data PDB dari tahun 1970 s/d tahun 2000 dengan berbagai asumsinya. Data ini akan dikaitkan dengan berbagai peristiwa yang terjadi pada situasi perekonomian di setiap dekade.
Perhitungan matematik atau statistik yang dipakai dalam riset ini relatif sederhana yakni dilakukan secara proporsional membuat angka variabel relatif terhadap angka lainnya. Sesuai dengan temanya bahwa riset ini adalah riset kepustakaan, dengan demikian, sumber dana utamanya ialah data sekunder dari laporan yang ditulis oleh Lembaga Penelitian Ekonomi IBII Jakarta tahun 2002.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persentase. Di samping itu, perkembangan konstelasi perekonomian yang terjadi pada setiap dekade akan dilihat. Sehingga dari situlah akan diambil kesimpulan, berapa besar peranan pertanian dan industri manufaktur itu dalam setiap dekade.
Analisa statistik yang digunakan ialah analisa melalui prosentasi relatif dan analisa dengan regresi-korelasi.
KERANGKA TEORI.
Perkembangan Ekonomi Dunia dan Akibatnya kepada Indonesia.
Untuk mengkaji perkembangan ekonomi dunia dan berbagai konstelasinya tentu saja sangat luas, karena itu uraiannya akan dibatasi pada bagian penting yang akan menjadi bahan analisa yaitu : produksi, investasi, perdagangan, dan moneter. Keempat aspek ini dipilih karena pengaruhnya cukup signifikan terhadap berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia, khususnya dalam rangka menanggulangi masa krisis yang berkepanjangan.
Perkembangan perekonomian di negara manapun tidak terlepas dari berbagai faktor, termasuk faktor luar negeri, semua negara akan selalu terkena imbas fluktuasi global. Sejak awal tahun 2000 hingga kini tak lepas dari masalah ketidak pastian ekonomi global.
Salah satu penyebab utama ditandai dengan melemahnya permintaan barang dari negara Amerika dan Eropa. Perlemahan ini berpengaruh kepada pergerakan ekonomi dari negara penggerak utama yakni : Jepang, Singapura, Taiwan, dan Hongkong ditambah lagi dengan persoalan keuangan negara Amerika Latin. Lembaga Penelitian Ekonomi IBII mencatat dalam Tabel 1, berikut ini.
Dalam laporan World Economy Outlook sebagaimana dikutip oleh LPE-IBII (LPE-IBII, hal 5), terlihat bahwa IMF hanya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,6% lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Sementara khusus untuk Indonesia, IMF memprakirakan pertumbuhan 3,0% pada tahun 2001, tentu saja ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi sebelumnya yang mencapai 4%. Padahal sebelum krisis Indonesia memperlihatkan kemajuan ekonomi yang cukup pesat. Prestasi ekonomi terekam sangat baik justru terjadi sebelum krisis ekonomi. Selama lebih dari tiga dasa warsa pertumbuhan ekonomi Indonesia begitu baik, pada pola pembangunan yang disebut Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) di zaman orde baru, pertumbuhan mencapai 6-7%, stabilitas moneter dan makro ekonomi bisa dipertahankan, jumlah penduduk miskin berkurang dan angka pengangguran dapat ditekan. (Hamzah Haz, h-xiv).
Tabel 1, memperlihatkan bahwa dampak serangan terhadap gedung WTC 11 September 2001, ialah memburuknya ekonomi USA dan hal ini berakibat langsung pada melemahnya permintaan dari USA kepada negara pengekspor barang-barang antara lain Indonesia, China, India, dan lain-lain. Untuk Indonesia, pemerintah memperkirakan pertumbuhan hanya 3-4% dan ini bertahan hingga tahun 2003.
Faisal Basri juga memprakirakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 berkisar antara 3-4% dan bertumpu pada pengeluaran pembentukan modal tetap domestik bruto (Gross domestik fixed formation) dengan catatan perbankan mulai bisa menyalurkan kredit dengan jumlah yang memadai. Sumber pertumbuhan lain adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yang naik sebagai akibat mulai membaiknya tingkat pendapatan riil pada tahun 2000. Apalagi ditambah dengan tingkat kepercayaan konsumen yang semakin membaik dengan telah terbentuknya pemerintahan baru dan keamanan yang cukup membaik. (Faisal Basri, 2002, hal 84). Apa yang dikatakan Faisal Basri ini, akan tetap dapat dipertahankan hingga akhir tahun 2003, walaupun ada sedikit gangguan pada bulan Juli 2003, ketika ada bom di Hotel J.W. Marriot Jakarta yang cukup membawa banyak korban dan juga mempengaruhi sedikit tingkat kepercayaan konsumen atau investor pada keadaan keamanan negara Indonesia.
Sebenarnya kondisi makro ekonomi selama kepemimpinan Gus Dur, memang tidak terlalu menggembirakan. Pada tahun 2000, kondisi makro ekonomi tampak tidak stabil. Nilai tukar berfluktuasi antara 20% – 30% dan inflasi juga mengalami peningkatan. Peningkatan ini tampaknya juga dipicu oleh rendahnya daya beli dan inflasi sebelumnya. Selain itu beberapa aspek teknis kebijakan tampaknya juga membawa dampak pada meningkatnya inflasi seperti pengenduran kebijakan moneter dan meningkatnya harga minyak di pasaran internasional. Ini mengakibatkan pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Oktober 2000. (Hamzah Haz, 2003, hal 122).
Walaupun demikian, di bawah kepemimpinan Gus Dur, perekonomian mulai tumbuh sebesar 4,8% selama tahun 2000. Sedangkan Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan 4 – 4,5% pada tahun 2001. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh pertumbuhan beberapa sektor yang sudah mulai bergerak membaik yakni: pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Pada tahun 1996, sebelum krisis, sektor tersebut menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 64 triliun, sedangkan pada akhir tahun 2000 nilai tambah sektor itu sudah hampir mencapai Rp. 66,5 triliun.
Demikian halnya dengan sektor industri manufaktur. Setelah anjlok sebesar – 11,4 persen pada tahun 1998, sektor ini terus mengalami pertumbuhan sehingga nilai tambahnya pada tahun 2000 sudah lebih tinggi dibanding tahun 1996.
Prospek Ekonomi Indonesia
Walaupun banyak pengamat yang mengatakan bahwa serangan 11 September 2001 tidak akan terlalu mempengaruhi perekonomian dalam negeri, namun ternyata pemerintah malah merevisi APBN 2002 yang dikemukakan awal September 2001. Indikator yang diperlihatkan pada Tabel 2 memperlihatkan sedikit harapan positif pemerintah terhadap prospek perekonomian di tahun 2002.
Pada asumsi awal, perekonomian nasional diperkirakan tumbuh sebesar 5%, sementara pertumbuhan masing – masing komponen pengeluaran adalah konsumsi (1,7%), investasi (3,2%), ekspor (2,5%) dan impor (2,4%). Perubahan ini juga akan mengubah pertumbuhan komponen. (LPE-IBII, 2002, hal 24).
Laju inflasi lebih rendah dapat disebabkan oleh bermacam-macam antara lain: daya beli masyarakat yang semakin rendah, menguatnya nilai tukar rupiah, tersedianya barang dan jasa, serta lancarnya proses distribusi, berkurangnya KKN atau pungutan di jalan yang menyebabkan biaya tinggi, kebijakan pengendalian defisit yang diupayakan turun, kebijakan moneter yang hati-hati dengan pertumbuhan uang primer antara 12 – 13%.
Peranan Sektor Pertanian dan Sub Sektornya
Sesuai dengan tema penelitian yang mengupas tentang reformasi struktur ekonomi dari pertanian ke industri, maka pada bagian berikut ini akan dibahas mengenai bagaimana peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia. Memasuki abad ke 21, perekonomian Indonesia menghadapi sejumlah masalah yang sangat berat, khususnya akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Penurunan pendapatan, kemiskinan, pengangguran tinggi, laju inflasi tinggi, ketahanan pangan keropos, merupakan sederet persoalan ekonomi yang memerlukan pemecahan sesegera mungkin. Selain itu, apa yang telah diuraikan di atas yakni : masalah utang, turut juga menambah beban kesulitan. Untuk memecahkan semua masalah itu, maka Indonesia memerlukan suatu strategi pembangunan ekonomi yang memiliki kemampuan jangkauan masa depan dan memecahkan berbagai masalah. Salah satunya, harus menciptakan lapangan kerja, menghasilkan devisa, menghapus kemiskinan, sehingga tidak terlalu tergantung kepada impor, baik bahan baku, modal maupun keahlian.
Persoalannya ialah bagaimana membangun ekonomi tanpa terlalu bergantung kepada impor, serta membangun industri yang benar-benar dikuasai dan bukan industri yang sulit atai tidak dikuasai lalu membebani anggaran dan tidak dinikmati orang banyak.
Bungaran Saragih (2000, hal 156), menyarankan agar solusinya ialah : Pengembangan sektor agribisnis yang merupakan salah satu kalau bukan satu-satunya strategi pembangunan yang mampu menjangkau pemecahan masalah ekonomi Indonesia kepada perekonomian masa depan yang cerah dan penting secara internasional.
Dengan mengutip pendapat Davis dan Goldberg, (1957), Bungaran Saragih mendefinisikan bahwa sektor agribisnis tidak hanya pertanian, tetapi juga industri-industri yang menghasilkan sarana produksi pertanian seperti industri pembibitan, industri agrokimia (pupuk peptisida), industri agrootomotif (mesin dan peralatan) dan industri-industri yang mengolah hasil pertanian, seperti pertanian atau agribisnis antara lain :
1. Sumber dana pertanian terlengkap di dunia.
2. Keanekaragaman biologis.
3. Sumber daya yang cukup kuat dan baik.
4. Memiliki lembaga penelitian pertanian yang cukup terpandang.
5. Pengalaman yang cukup baik.
6. Potensi pasar yang besar, dengan daya tumbuh yang baik ia akan menjadi merging market.
Selain itu, banyak pula faktor eksternal yang mendukung gagasan dikembangkannya agribisnis di Indonesia, yaitu :
a. Prospektifnya bahan dasar makanan di pasar internasional.
b. Bergesernya strategi industrialisasi dari agrobased industry ke non agrobased industry akan meningkatkan impor.
c. Liberalisasi perdagangan akan memperluas pasar.
d. Meningkatnya kesadaran internasional akan kelestarian lingkungan.
Peranan Industrialisasi serta Perkembangannya
Hakikat dari industrialisasi jauh dari sekedar jajaran pilar-pilar pabrik yang menyemburkan asap. Bukan pula sosok kecanggihan teknologi, apalagi yang berbasis lemah, sehingga mudah lunglai diterpa badai. Lebih dari itu industrialisasi adalah proses rekayasa sosial yang memungkinkan suatu masyarakat siap menghadapi transformasi di berbagai bidang kehidupan untuk mampu meningkatkan harkat dan martabat kehidupannya sebagai makhluk sosial di tengah perubahan dan tantangan-tantangan yang selalu muncul silih berganti. Bagi masyarakat yang demikian luas, terlalu banyak yang dapat dibuat, bahkan bom sekalipun, teknologi secanggih apapun bisa jadi dapat dihadirkan. Akan tetapi bukan itu masalahnya, sebab intinya adalah apa gunanya semua teknologi itu bagi masyarakat banyak? Kesanalah arah pembangunan, karena industrialisasi bukan tujuan akhir. (Faisal Basri, 2002, h-289).
Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antar negara, proses industrialisasi adalah tahapan logis dari transformasi struktur ekonomi suatu negara, tahapan ini ditunjukkan melalui suatu kenaikan kontribusi produk manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor dan kesempatan kerja. (Chenery, 1992, dikutip Tulus Tambunan, 2001, 108).
Menurut Dumairy, istilah industri mempunyai dua arti. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Dalam konteks ini disebut industri kosmetik misalnya, berarti himpunan perusahaan penghasil produk kosmetik. Industri tekstil adalah himpunan pengusaha yang membuat tekstil. Kedua, industri menunjuk sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat masinal, elektrikal atau bahkan manual. (Dumairy, 1996, h-227).
Sejarah mencatat bahwa pada abad ke 20 ini disebut sebagai abad industri, sebab hanya negara-negara yang berhasil mengembangkan industrinya dalam berbagai bidang, ia menjadi negara yang besar, mulai dari Inggris, Perancis, Jerman, Itali dan lain-lain hingga ke Amerika dan Jepang. Bahkan tidak sedikit atau hampir semua negara industri itu mempunyai negara jajahan, kemudian ketika negara jajahan itu merdeka, maka mereka pun secara bertahap mengubah dirinya menjadi negara industri, misalnya India dan juga Indonesia.
Industrialisasi akan menimbulkan perubahan dalam tata kehidupan manusia, dan sebaliknya perubahan dalam tata kehidupan manusia akan menjadikan perubahan dalam proses industrialisasi. Industrialisasi merupakan upaya untuk menggerakkan industri di suatu negara, dengan demikian industrialisasi merupakan proses perkembangan suatu bangsa. (Yudo Swasono dalam Muhammad Thoyib, 1995, h-2). Karena itu, sejalan dengan kebutuhan masyarakat, maka masyarakatpun berkembang dari masyarakat primitif, menjadi agraris, menjadi industri dan akhirnya menjadi masyarakat ilmu pengetahuan. Inilah salah satu kenyataan yang mudah dipahami bagaimana perannya suatu industri terhadap perkembangan ekonomi rakyat di sebut negara.
Di Indonesia, Tulus Tambunan (2001, h-108) mencatat adanya proses industrialisasi dimulai dari tahun 1969 dan berhasil mengangkat tingkat pendapatan per kapita di atas US$ 1.000 per tahun dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 7% pada saat penduduk 200 jutaan. Namun saat tulisan ini dibuat, keadaan menurun jauh, hingga diperkirakan income perkapita hanya 650 US$ dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 4% dan jumlah penduduk hampir 210 juta. Yudo Swasono mencatat bahwa setelah krisis ekonomi yang terjadi pada periode 1982-1986, pada waktu itu pertumbuhan hanya 5%.
Selanjutnya dengan proses industrialisasi pertumbuhan meningkat dan berhasil recovery (pulih kembali), hingga tumbuh tahun 1989 ialah 7,5%, tahun 1991 mencapai 6,6% dan pada akhir Repelita X, atau akhir Pembangunan Jangka Panjang II akan tumbuh dengan rata-rata 8,7%. (Muhammad Thoyib, 1995, h-4). Namun perkiraan ini meleset jauh, sebab mulai 1997 terjadi krisis moneter yang berlanjut hingga riset ini ditulis, ternyata kondisi itu masih belum pulih.
Implementasi dan Strategi Industrialisasi.
Menurut Dumairy (1996, h-128), dalam implementasinya ada empat argumen atau basis teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi, yaitu : argumen keunggulan komparatif, keterkaitan industri, penciptaan lapangan kerja, dan argumentasi loncatan teknologi. Dalam kenyataannya, bisa saja dikaitkan bahwa semua argumen ini bermuara kepada satu tujuan yaitu : peningkatan pendapatan masyarakat atau peningkatan cadangan devisa negara.
Penulis akan mencoba menelusuri pendapat Dumairy ini sebab mengarah kepada pemilihan jenis industri. Negara yang menganut konsep keunggulan komparatif (comparative advantages), akan mengembangkan industri yang mengembangkan keunggulan komparatif baginya, misalnya India yang memiliki perkebunan kapas yang banyak akan mengembangkan industri tekstil. Negara yang berpijak pada konsep keterkaitan industri (industrial linkage), akan mengembangkan industri yang mengakibatkan majunya sub sektor ekonomi yang lain.
Negara-negara yang industrialisasinya berlandaskan pada argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment creation) akan memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Jenis industrinya disebut : industri padat karya dan umumnya terjadi pada industri kecil. Sedangkan pada negara yang menganut paham loncatan teknologi (technology jump atau state to the art technology), percaya bahwa hanya dengan industri yang memiliki teknologi tinggi akan memberi nilai tambah besar dan akan menciptakan industri-industri lain yang digerakkannya.
Tentu saja, semua pilihan jenis industri itu ada sisi positifnya dan tak sedikit pula sisi negatifnya. Jika berargumentasi keunggulan komparatif sisi positifnya ialah: efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam yang ada dan berhasil memanfaatkan segala potensi lainnya. Namun kelemahannya, tingkat kualitas produk sangat bergantung pada apa adanya dari alam saja, sehingga pada suatu saat mungkin kualitas barang tak sesuai lagi dengan harapan konsumen, maka industri ini akan merugi. Demikian pula industri dengan teknologi tinggi kadang tidak efisien dan menyerap banyak sumber-sumber daya yang ada terutama modal.
Selanjutnya, Dumairy (1996, h-229) menguraikan pula tentang dua macam jenis strategi, yaitu strategi substitusi impor (import substitution) dan strategi promosi ekspor (export promotion).
Strategi substitusi impor, dikenal juga dengan istilah strategi “orientasi ke dalam” atau Inward Looking Strategy, yaitu suatu strategi industrialisasi yang mengutamakan pengembangan jenis industri untuk menggantikan impor produk-produk sejenis. Pada tahap awal, yang dikembangkan biasanya adalah industri ringan yang menghasilkan barang-barang konsumtif. Untuk memungkinkan menjadi besar, industri-industri yang masih bayi (infant industry) biasanya dilindungi oleh pemerintah atau diproteksi, sehingga tidak terlalu berat bersaing dengan produk impor, misalnya dengan pengenaan tarif khusus/pajak impor (tariff barrier). Sehingga harga barang impor mahal tak dapat bersaing dengan harga barang sejenis buatan dalam negeri. Walaupun dalam praktik, industri yang diproteksi ini bukannya membesar dan dewasa malah manja hingga tak maju-maju.
Sedangkan strategi promosi ekspor (export promotion), sering disebut dengan “orientasi ke luar” (Outward Looking Orientation). Dalam konsep ini negara mengembangkan jenis industri yang menghasilkan barang-barang untuk di ekspor. Strategi ini biasanya dilakukan setelah sebuah negara berhasil melakukan strategi substitusi impor.
Di Indonesia, sebagaimana halnya di banyak negara berkembang lainnya, sektor industri disiapkan untuk menjadi motor penggerak kemajuan sektor-sektor lain, serta diharapkan menjadi sektor yang memimpin (the leadingsector). Itulah sebabnya industrialisasi senantiasa mewarnai perjalanan pembangunan ekonomi. (Dumairy, 1996, h-230).
Dalam konsep ilmu strategi, sebenarnya pilihan Inward looking tersebut kadang dikenal dengan “Resourcess Based Orientation”, yaitu suatu strategi yang mengutamakan atau berdasar kepada kemampuan internal perusahaan. Sebaliknya disebut “Market Based Orientation” ini yang outward looking, yaitu suatu strategi dengan mengutamakan pasar terlebih dahulu, artinya melihat keadaan pasar dunia, apa yang saat ini sedang laku di pasaran dan dalam kualitas yang bagaimana.
Sebagai penutup dari uraian kerangka teori ini ialah: Bahwa pada umumnya semua negara yang memulai proses industrialisasi selalu berawal dari perhatian yang sangat kuat kepada sektor pertanian. Pada analisa berikutnya, riset ini akan mencoba menggali seberapa besar peranan sektor pertanian dan industri selama kurun waktu 30 tahun, dan dari sana akan dianalisa kejadian apa saja yang mengiringinya pada setiap kurun waktu selama tiga dasa warsa itu.
ANALISA UNTUK SETIAP DEKADE
Pada bagian berikutnya, penulis akan memaparkan temuan-temuan yang dianalisa dari Data LPE-IBII (2002) yang dalam makalah ini dilampirkan hasil rekapitulasinya pada setiap dekade, yaitu : Dekade Pertama : 1970-1980, dekade kedua 1980-1990, dan dekade ketiga 1990-2000, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 3, di halaman berikut.
Dekade Pertama : Kurun Waktu 1970
Hasil perhitungan dari data yang ada menunjukkan bahwa :
a. Walaupun pertumbuhannya bervariasi, secara umum sektor pertanian terus memberikan kontribusi yang bertambah kepada PDB dengan rata-rata 6.01% dan terjadi lonjakan produksi tahun 1973, ketika naik hingga 29,5%. Jumlah produksi rata-rata tiap tahun mencapai Rp. 29.655,42 milyar.
b. Keadaan sektor industri, pada dekade ini juga tumbuh dengan pertumbuhan mencapai rata-rata 12.35%. Walaupun kecepatan pertumbuhannya melebihi sektor pertanian, ternyata pada dekade ini belum bisa melampaui hasil pertanian. Yang menarik ialah : bahwa kontribusinya meningkat terus dari 9% hingga 14% dari PDB.
c. Kontribusi jasa-jasa di luar jasa perdagangan dan pertambangan relatif tetap setiap tahun yaitu antara 9-10% PDB.
d. Kontribusi variabel lain, yang terdiri atas: Pertambangan dan penggalian listrik, gas dan air bersih, bangunan, hotel restauran dan jasa keuangan lainnya, kontribusinya kepada PDB relatif kurang lebih 50% dari PDB dan ini bertahan cukup lama.
e. Pendapatan per kapita cukup tinggi mencapai US $ 2.233 pada tahun 1977, dengan rata-rata selama dekade ini sebesar US $ 1898.70, dan ini tertinggi dibandingkan pada dua dekade terakhir.
f. Pertumbuhan pemberian kredit kepada swasta terus meningkat, seiring dengan gerak laju pembangunan secara umum dengan mencapai rata-rata 22,16% pertahun.
g. Investasi secara nominal bertambah, namun prosentase pertumbuhannya menurun terus, dan rata – rata dalam dekade ini mencapai Rp. 18.567,35 milyar. Sementara pertumbuhan tertinggi hanya terjadi tahun 1970-1971 sebesar 21%, sedangkan rata-rata pertumbuhan pada dekade ini sebesar 7,84% saja.
h. Rata-rata upah tercatat mencapai angka Rp. 400.000 – 1.000.000,- untuk pemerintah, sedangkan swasta antara Rp. 100.000,- s.d. 200.000,-
Peristiwa yang Menonjol Kurun Waktu 1970 – 1980
Pada kurun waktu ini, ada beberapa peristiwa penting, pertama ialah Pemilu dengan 10 partai, merupakan Pemilu di zaman Soeharto tahun 1971, kemudian pemilu 1977 yang akhirnya mengekalkan jabatan presiden Soeharto. Pernah terjadi goncangan Peristiwa Malari 15 Januari 1975, tetapi tidak begitu mengganggu pemerintahan Soeharto. Berikutnya, aksi mahasiswa tahun 1978, di mana kampus ITB pernah di duduki tentara, juga tidak meruntuhkan Soeharto.
Kaitannya dengan perekonomian, ternyata pada tahun-tahun kejadian banyak posisi menguntungkan antara lain: Pada masa ini, rata-rata perkapita sedang berada pada puncaknya, selain itu tertolong oleh harga minyak dunia yang tiba-tiba meroket pada tahun 1978, 1979 dan 1980, semula 13,40$ per barel, naik menjadi 30,20 dan 36,70, besar kemungkinannya karena keadaan ekonomi baik ini maka posisi Soeharto ketika itu tetap kuat, akan lain dengan keadaan di saat-saat kejatuhannya. Sehingga dapat diduga bahwa kekuatan pemerintahan Pak Harto pada masa dekade ini adalah karena dukungan keadaan ekonomi yang cukup kuat.
Selain itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan nilai kurs rupiah terhadap dollar yang mengambang, maka harga US$ yang semula Rp. 415,00 per dollar untuk tahun 1977 dan sebelumnya, berubah sedikit menjadi Rp. 442,00 tahun 1978 sesudahnya naik terus dan mencapai puncaknya menjelang kejatuhan Pak Harto pada dekade ketiga antara tahun 1991-2000.
Dekade Kedua : Kurun waktu : 1980-1990
Dari data yang ada dengan berfokus pada periode 1980-1990 dapat dianalisa sebagai berikut :
a. Pertumbuhannya tidak bervariasi, namun secara umum sektor pertanian terus memberikan kontribusi yang bertambah kepada PDB, dengan kontribusi merata antara 20-22% PDB dan rata-rata tumbuh sebesar 3,23% lebih rendah dibanding dekade sebelumnya. Selain itu tidak terjadi lonjakan produksi. Jumlah produksi rata-rata tiap tahun mencapai Rp. 46.677,22 milyar.
b. Keadaan sektor industri, pada dekade ini juga tumbuh dengan pertumbuhan mencapai rata-rata 10,03%. Walaupun kecepatan pertumbuhannya melebihi sektor pertanian, ternyata pada dekade ini belum bisa melampaui hasil pertanian. Yang menarik ialah, bahwa kontribusinya meningkat terus dari 9% hingga 14% PDB. Hanya saja pada akhir dekade tepatnya tahun 1990, kontribusi sektor pertanian ternyata sama dengan sektor industri manufaktur sebesar 20%. Sebetulnya, dengan kondisi kontribusi 20% ini terhadap PDB, maka Indonesia sudah masuk ke dalam era industrialisasi.
c. Kontribusi jasa-jasa di luar jasa hotel dan jasa perdagangan dan pertambangan relatif tetap setiap tahun yaitu antara 9 – 10%.
d. Kontribusi variabel lain, yang terdiri atas: pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, bangunan, hotel restoran dan jasa keuangan lainnya, kontribusinya kepada PDB relatif kurang lebih 50% dari PDB dan ini sama dengan keadaan dekade sebelumnya.
e. Pendapatan per kapita terus menurun mencapai US$ 822 pada tahun 1990, padahal pernah mencapai angka di atas US$ 2233 pada tahun 1977. Rata-rata selama dekade ini menurun hingga US$ 110,99, dan ini lebih rendah dibandingkan satu dekade sebelumnya.
f. Pertumbuhan pemberian kredit kepada swasta terus meningkat, seiring dengan gerak laju pembangunan secara umum dengan mencapai rata-rata 28,55% per tahun lebih tinggi dibanding dengan dekade sebelumnya hanya 22,16%.
g. Investasi secara nominal bertambah, namun prosentase pertumbuhannya menurun terus, dan rata-rata dalam dekade ini mencapai Rp. 49,738.
h. Rata-rata upah tercatat mencapai angka Rp. 492.000- untuk pemerintah sedangkan swasta antara Rp 1.805,00.
Peristiwa yang Menonjol Kurun Waktu 1980 – 1990
Peristiwa politik yang menonjol ialah, munculnya gerakan yang disebut “Petisi 50” yakni protes dari para bekas pejabat di zaman Soeharto antara lain : Ali Sadikin, AM Fatwa, A.H Nasution dan lain-lain. Akibatnya presiden Soeharto sangat marah sehingga melakukan tindakan-tindakan pemblokiran usaha dari para pemrotes tersebut.
Ada juga peristiwa yang dampaknya tidak
hilang hingga saat ini, yakni : Kasus Pembantaian Tanjung Priok, di mana sekelompok uma Islam dibantai. Terjadi 12 September 1984, efeknya masih jadi pemberitaan hingga kini, yakni dengan disidangkannya semua yang terlibat, termasuk mantan pejabat militer.
Pada dekade ini dikenal juga konsep deregulasi perbankan, yang intinya memudahkan siapapun mendirikan bank, maka tanpa diperkirakan sebelumnya di Indonesia pernah tumbuh lebih dari 200 bank dan bahkan bank yang sudah ada pun begitu mudahnya mendirikan cabang di seluruh kota-kota di Indonesia. Namun setelah melewati tahun 1984, maka terjadi penurunan harga minyak dunia, maka pemerintah mengeluarkan istilah: Kencangkan ikat pinggang, maka dilakukan penghematan dalam berbagai bidang.
Dekade Ketiga : Kurun Waktu 1990-2000
a. Pada dekade ketiga ini, secara umum sektor pertanian tetap memberikan kontribusi kepada PDB namun turun terus –0,55 dan terjadi penurunan drastis produksi tahun 2000, ketika turun hingga –29,28%. Walaupun demikian, jumlah produksi rata-rata tiap tahun tetap lebih tinggi yaitu mencapai Rp. 61.646,68 milyar.
b. Keadaan sektor industri, maka dekade ini juga tumbuh dengan pertumbuhan mencapai rata-rata menurun menjadi 0.15% saja, namun pada dekade ini, kontribusi dari sektor industri sudah di atas sektor pertanian.
c. Kontribusi jasa-jasa di luar jasa hotel dan jasa perdagangan dan pertambangan relatif tetap setiap tahun yaitu antara 9-10% dan berlaku terus hingga akhir periode pengamatan tahun 2000.
d. Kontribusi variabel lain, yang terdiri atas: pertambangan dan penggalian listrik, gas dan air bersih, bangunan, hotel restaurant dan jasa keuangan lainnya, kontribusinya kepada PDB relatif kurang lebih 50% dari PDB dan ini bertahan hingga akhir periode pengamatan tahun 2000.
e. Pendapatan per kapita terus melemah hingga rata-rata mencapai rata-rata 651,43 US$ per tahun dan mencapai titik terendah sebesar US $ 184 pada tahun 1998 dengan perkiraan jumlah penduduk ketika itu 204.2 juta orang.
f. Pertumbuhan pemberian kredit kepada swasta meningkat pada dekade kedua, namun menurun lagi pada dekade ketiga hingga rata-rata hanya Rp. 277.947 milyar.
g. Investasi secara nominal bertambah hingga tahun 1997, namun seiring dengan terjadinya krisis, maka angkanya menurun tajam dari Rp. 139.725,20 tahun 1997 menjadi hanya Rp. 93.624,30 pada tahun 1998 dan turun lagi pada tahun-tahun berikutnya.
h. Rata-rata upah tercatat mencapai angka Rp. 6.322.000,00.- untuk pemerintah sedangkan swasta antara Rp. 2.000.000,00.-
Peristiwa yang Menonjol Kurun Waktu 1990–2000
1. Keadaan awal 1990, ekonomi Indonesia tergolong dalam keadaan baik dan pertumbuhan rata-rata 6% setiap tahunnya. Peristiwa yang menonjol adalah perang Irak. Namun dampaknya terasa pada penurunan harga minyak dunia dan ini menganggu perekonomian Indonesia dan akhirnya secara menyeluruh terjadi penurunan pendapatan per kapita.
2. Peristiwa yang sangat penting dalam dekade ini bagi bangsa Indonesia ialah, terjadinya perubahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Presiden Habibie dan kemudian Presiden Abdurrahman Wahid.
Beberapa Catatan Ekonomi antara lain:
a. Terjadi penurunan pertumbuhan baik di sektor pertanian, industri dan jasa, pada tahun 1998 sebagai akibat krisis moneter yang terjadi di pertengahan Juli 1997.
b. Posisi PDB per kapita pada tahun 1998, berada pada titik yang terendah dengan nilai US $184.
c. Kredit perbankan kepada dunia swasta betul-betul dipangkas sehingga terjadi penurunan mencapai –54%. Pada saat inilah terjadinya goncangan ekonomi yang sangat parah misalnya pabrik-pabrik di Pulau Gadung Jakarta banyak yang tidak beroperasi dan peristiwa lainnya yang menandai krisis ekonomi yang cukup parah.
Analisa Rata-rata 30 tahun dan Prediksi dengan Regresi
Bagian berikut ini adalah hasil analisa dari beberapa variabel yang akan dianalisa melalui tabel rekapitulasi dan Perhitungan Regresi-Korelasi seperti pada Tabel 4 berikut ini.
KESIMPULAN
Setelah menganalisa dengan seksama, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri dengan melihat kontribusinya kepada PDB, berlangsung sejak berkuasanya orde baru, yaitu 1970-an, dan pertumbuhan industri ternyata berjalan cepat dan baru terjadi pergeseran pada akhir tahun 1980. Sejak tahun ini, negara Indonesia sudah dapat digolongkan sebagai negara industri. Tumbuhnya industri banyak melahirkan lapangan kerja. Berarti ada atau cukup besar kontribusi industri kepada rakyat banyak melalui penciptaan lapangan kerja dan pada gilirannya akan meningkatkan juga kualitas hidup rakyat.
2. Pada dekade pertama, sektor industri tumbuh dengan rata-rata 12,35 serta kontribusinya meningkat terus dari 9% hingga 14%. Kemudian pada dekade kedua 1980-1990 dapat seimbang dengan sektor pertanian dan pada dekade ketiga sektor industri menjadi sektor pemimpin (leading sector) melebihi sektor-sektor lainnya. Bila kemajuan itu dipertahankan dan pemilihan jenis industrinya tepat bagi rakyat banyak, maka akan sangat terasa manfaat dari industrialisasi tersebut terhadap rakyat banyak, khususnya dalam akselerasi perekonomiannya.
3. Turun-naiknya proses perubahan itu juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan yang terjadi pada setiap dekade, misalnya pada dekade pertama 1970-1980 ada peristiwa Malari (15 Januari 1975) dan perubahan mendadak dari harga minyak dunia. Pada dekade kedua 1980-1990, terjadi penurunan harga minyak hingga lahir kebijakan kencangkan ikat pinggang dan terakhir pada dekade ketiga 1990-2000 perubahan drastis terjadi di saat pergantian pemerintahan ketika itu investasi turun hingga – 55%, tentunya menyebabkan variabel lain menjadi turun nilainya.
4. Sektor industri mempunyai derajat hubungan yang kuat dengan variabel lain, misalnya sektor pertanian, jasa, dan lain-lain. Akan tetapi hanya pada variabel harga minyak dunia ternyata hubungannya lemah, artinya pesat atau tidaknya industrialisasi di Indonesia selama 30 tahun itu tidak terkait langsung dengan turun naiknya harga minyak di pasaran Internasional. Bila demikian halnya, setiap pengembangan industri, akan jelas kaitannya terhadap variabel lain, termasuk diantaranya variabel-variabel yang dapat menyejahterakan rakyat banyak, misalnya : keluaran industri yang mampu menggerakkan ekonomi rakyat banyak. Dengan kata lain variabel-variabel mana saja yang mendukung kepentingan rakyat, bisa dipahami melalui variabel yang kuat hubungannya itu.
Prediksi
Dengan melihat korelasi yang kuat antara sektor industri dengan sektor lainnya, maka dapat diperkirakan bahwa masa depan pertumbuhan ekonomi akan dapat ditentukan dengan pesat tidaknya industri asal saja sektor lain jangan dihilangkan, terutama sektor pertanian dan pada perhitungan rata-rata ternyata selama tiga puluh tahun itu, jumlah sumbangan nominalnya terhadap PDB relatif sama antara sektor pertanian dan sektor industri.
PENUTUP
Setelah mengkaji dengan cukup mendalam tentang identifikasi proses transformasi sektor pertanian ke sektor industri, dapat ditarik kesimpulan secara umum, ternyata dari sudut pandang nilai rata-rata selama 30 tahun, ekonomi bangsa Indonesia ini tidak seburuk apa yang diperkirakan orang.
Walau harus diakui, pada akhir dekade ketiga yakni saat ini, perekonomian sedang terpuruk, hanya untunglah masih ada sisa-sisa kekuatan daya tahan di masa lampau, sehingga negara Indonesia tidak mengalami “totally collapse” atau hancur total dan centang-perenang.

Sabtu, 26 Maret 2011

Sektor Pertanian

Sektor Pertanian
I.Pendahuluan
Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Kita sudah sering mendiskusikan topik ini jauh sebelum era reformasi tahun 1998. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.

Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.

Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.

Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.

Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.

Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.

Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.

Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.

Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.

Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.

Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.

Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.


II.Pembahasan
Definisi/Pengertian Pertanian, Bentuk & Hasil Pertanian Petani - Ilmu Geografi
Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang termasuk di dalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga kehutanan. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Negeri Indonesia adalah sebagai petani, sehingga sektor pertanian sangat penting untuk dikembangkan di negara kita.
Bentuk-Bentuk Pertanian Di Indonesia :
1. Sawah
Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut.
2. Tegalan
Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi tanaman pertanian.
3. Pekarangan
Perkarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah (biasanya dipagari dan masuk ke wilayah rumah) yang dimanfaatkan / digunakan untuk ditanami tanaman pertanian.
4. Ladang Berpindah
Ladang berpindah adalah suatu kegiatan pertanian yang dilakukan di banyak lahan hasil pembukaan hutan atau semak di mana setelah beberapa kali panen / ditanami, maka tanah sudah tidak subur sehingga perlu pindah ke lahan lain yang subur atau lahan yang sudah lama tidak digarap.
.
Beberapa Hasil-Hasil Pertanian Di Indonesia :
1. Pertanian Tanaman Pangan
- Padi
- Jagung
- Kedelai
- Kacang Tanah
- Ubi Jalar
- Ketela Pohon
2. Pertanian Tanaman Perdagangan
- Kopi
- Teh
- Kelapa
- Karet
- Kina
- Cengkeh
- Kapas
- Tembakau
- Kelapa Sawit
- Tebu

Masalah- masalah dalam sektor pertanian

MASALAHAN LAHAN PERTANIAN
-Luas Pemilikan Lahan Petani Sempit, Sehingga Sulit Untuk Menyangga Kehidupan Keluarga Tani.

-Produktivitas Lahan MenurunAkibat Intensifikasi Berlebihandan Penggunaan Pupuk Kimia Secara TerusMenerus
-Alih Fungsi Lahan Produktif keIndustri Akibat Kebijakan

-BelumOptimalnya Implementasi Pemetaan Komoditas Terkait dengan Agro ekosistem Lahan

- MasihBanyak Lahan Tidur


SOLUSI
- Pembangunan Agroindustri di Pedesaan dalam Upaya Merasionalisasi Jumlah Petani Dengan Lahan yang Ekonomis

-Penggalakkan SistemPertanian Yang Berbasis pada Konservasi Lahan

-Dikembangkan Sistem Pertanian Ramah Lingkungan (Organik)

-Perencanaan dan Implementasi RT/RW yang Konsisten

-Pemanfaatan Lahan Tidur untuk PemberdayaanMasyarakat



MASALAH KEPEMILIKAN TANAH

-Persengketaan Tanah Rakyat dengan Pengusaha dan Pemerintah

-Banyak Lahan Petani yang Belum Bersertifikat (Biaya Mahal dan Sulit)

-Sistem Pewarisan Tanah

-Banyak Petani yang Tidak Punya Lahan

-Reforma Pertanahan Berpihak Pada Petani (Rakyat), Mudah dan Murahnya Sertifikasi Tanah

-Mendorong Tumbuhnya LSM Pertanian dan Peran Advokasinya Untuk Petani

-Penumbuhan Kesadaran Petani Terhadap Hak-hak Petani melalui Pembinaan yang Berkelanjutan

MASALAH MODAL
-Petani Kurang Modal

- SistemPerbankan yang Kurang Peduli Pada Petani

- Belum Ada Asuransi Pertanian

SOLUSI
-Mendorong Peran Lembaga Keuangan (Bank Dan Non-bank) Untuk Masuk Sektor Pertanian Dengan Skema yang Menguntungkan Petani

- Mendorong PenguatanModal Kolektif Petani

-Mendorong Peran Tengkulak Untuk Membangun Kemitraan Yang Adil
dan Peduli Petani

-Merealisasikan Subsidi Pertanian yang Tepat Sasaran dan Bersifat Produktif

MASALAH TEKNOLOGI
-SistemAlih Teknologi Lemah

-Penerapan Teknologi Kurang Tepat Sasaran

- SemakinBanyaknya Penerapan Teknologi Tidak Ramah Lingkungan

SOLUSI
-Sistem Pendidikan Rendah

-Mendorong Gerakan Pertanian dan Teknologi Pertanian yang Ramah lingkungan

III.Kesimpulan
Menyoroti sektor pertanian dalam kaitannya dengan fenomena perubahan iklim, Mentan dan Kabadan menyebutkan tentang konsep ICEF (Indonesian Carbon Efficient Farming) atau Sistem Pertanian Efisien Karbon. ICEF merupakan sistem pertanian yang memanfaatkan secara optimal (efisien) karbon yang dikandung bahan organik sisa tanaman dan limbah ternak sehingga dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan efisiensi energi serta penurunan emisi gas rumah kaca dan perbaikan lingkungan. Mentan pun menyatakan harapan dari penerapan konsep tersebut. ”Penggunaan pupuk buatan, energi tak terbarukan dan emisi GRK serta pencemaran lingkungan dengan harapan dapat dikurangi melalui penerapan ICEF”.
Pertanian merupakan jantung pertahanan bagi ketahanan pangan Indonesia saat ini. Selain itu juga, pertanian adalah sektor utama penyedia bahan pangan, baik bagi manusia maupun pakan bagi ternak/hewan dan ikan yang merupakan bagian dari siklus pertanian itu sendiri. Meninggalkan sektor pertanian dalam pembangunan nasional, terutama dalam ketahanan pangan akan membawa bangsa ini kepada krisis. Namun, membangun pertanian Indonesia tanpa komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan akan membawa bangsa ini kepada krisis keadilan juga. Dari gambaran krisis ini, terdapat kaitan yang sangat erat antara ketahanan pangan dan pertanian yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa pertanian yang maju, ketahanan pangan tidak akan sukses, dan tanpa ketahanan pangan yang baik, bangsa ini akan mengalami suatu masalah yang sangat serius yaitu kelaparan dan kemiskinan. Tetapi masalah itu dapat kita selesaikan dengan menjadikan pertanian Indonesia yang menjadi solusi untuk meningkatkan ketahanan pangan di negara kita.
Mendorong pembangunan pertanian yang menjanjikan merupakan salah satu usaha untuk mensejahterakan rakyat Indonesia khususnya. Tentu pemikiran ini adalah sebuah langkah untuk menaggapi permasalahan kemiskinan dan kelaparan di Indonesia. Usaha memajukan pertanian ini akan terus disempurnakan sehingga sampai pada langkah-langkah operasional yang diperlukan pemangku kepentingan dalam pemberdayaan pertanian ini.
Berbagai bentuk krisis pangan telah terjadi selama ini yang merupakan bukti bahwa lemahnya sektor pertanian dalam pemenuhan pangan di Indonesia, sehingga mengakibatkan banyak terdapat keluarga petani Indonesia yang ketahanan pangannya rendah yang mengakibatkan kemiskinan bahkan menimbulkan penyakit kekurangan gizi pada anak-anak dan penyakit busung lapar. Sehingga solusi terhadap persoalan pangan ini akan selalu terkait dengan masalah kemiskinan dan kelaparan.
Kesejahteraan petani yang relatif rendah saat ini akan sangat menentukan prospek ketahanan pangan di Indonesia ke depannya. Kesejahteraan tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor yang timbul dan keterbatasan petani, diantaranya yang paling utama adalah :
a. Sebagian petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif yang mendukung pekerjaan mereka, kecuali tenaga kerjanya
b. Luas lahan pertanian yang sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi
c. Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaan dan penyuluhan pertanian
d. Tidak adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih memadai untuk mereka terapkan
e. Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai
f. Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar yang sangat lemah
g. Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan petani itu sendiri.

Jumat, 18 Maret 2011

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan

I.Pendahuluan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kesenjangan adalah adanya jarak yang cukup jauh antara 2 karakter atau keberadaan oranng yang berbeda baik dari sector ekonomi,social,dan lain sebagainya. Dari sisi ekonomi masyarakat, terdapat kesenjangan yang mencolok antara yang kaya dengan yang miskin. Orang kaya jumlahnya makin banyak dan kekayaannya makin banyak pula. Tak mau kalah, jumlah orang miskin pun makin membengkak.
Dari sisi pendidikan pun terdapat kesenjangan, baik antarsekolah, maupun antara prestasi individual dan kondisi pendidikan secara umum. Lihat saja sekolah yang ambruk dengan sekolah yang megah. Tentu di sekolah yang reot itu tidak tersedia perangkat pendidikan yang memadai. Jangankan komputer, buku saja terbatas.
Kesenjangan pen dapatan penduduk Indonesia masih tinggi, meskipun rata-rata pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada akhir 2010 sudah di atas 3.000 dollar AS per tahun. Tingginya kesenjangan itu terlihat pada sekitar 60 persen dari penduduk Indonesia yang pendapatannya di bawah 3.000 dollar AS. Kesenjangan yang dihadapi luar biasa karena rata-rata pendapatan per kapita 3.000 dollar AS per tahun, ternyata 60 penduduk pengeluaran mereka 2 dollar per hari, Sekitar 60 persen penduduk didominasi oleh batas bawah yang potensinya sebesar 58,1 persen, sedangkan sisanya mendekati level 3.000 dollar AS. Jadi, masyarakat dengan penghasilan di bawah 2.000 dollar AS per tahun masih mendominasi. Kalau itu terjadi berarti kesenjangan sangat luar biasa, bisa jadi dari persentase 60 persen ini sebanyak 58,1 persen itu di bawah sangat miskin, jadi jangan hanya dilihat secara persentase, pendapatan penduduk Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan China, padahal upah buruh yang diberikan negara tirai bambu tersebut termasuk sangat rendah.

Oleh karena itu, perlu kebijakan yang memihak kepada masyarakat menengah ke bawah dalam meningkatkan pendapatan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Perubahan Kebijakan Berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah masih cenderung memihak kepada pemilik modal. Jika perubahan kebijakan tidak dilakukan, maka akan berdampak signifikan kepada masyarakat kecil dan pendapatan per kapitanya cenderung tidak berubah, bahkan semakin mengecil.


II.Pembahasan

a. Kemiskinan
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
b. Mengukur kemiskinan
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $2/hari."[1] Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1] Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
c.Kemiskinan dunia
Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."
Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari AS$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari AS$ 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001.
Proyek Borgen menunjuk pemimpin Amerika memberikan AS$230 milyar per tahun kepada kontraktor militer, dan hanya AS$19 milyar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Perkembangan Milenium PBB untuk mengakhiri kemiskinan parah sebelum 2025.


d.Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
• penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
• penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
• penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
• penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
• penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
e.Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
• Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
• Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
• Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.


Penyebab dan Jenis-jenis Kemiskinan
Penyebab kemisikinan sangat banyak, antara penyebab dan akibat sering berbalik
misalnya miskin disebabkan pendidikan rendah, juga pendidikan rendah disebabkan
miskin. Penyebab dan jenis-jenis kemiskinan belum ada yang baku atau standar, sering
terjadi tumpang tindih. Secara garis besarnya dapat diungkapkan antara lain :
1. Kemiskinan alami (natural) adalah kemiskinan yang disebabkan keadaan alam
suatu daerah yang miskin. Contohnya dulu di daerah Gunung Kidul yang
tanahnya/alamnya sangat miskin sehingga penduduknya banyak yang miskin.
Kemiskinan ini hanya dapat di atasi dengan bantuan dari luar daerah.
2. Kemiskinan budaya (kultural) adalah kemiskinan yang disebabkan kondisi sosial
budaya penduduk di daerah itu mendukung kemiskinan. Contoh di Nias karena
banyaknya pesta adat sehingga terjadi utang adat dan akhirnya mereka menjadi
miskin. Kemiskinan ini sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama untuk
diatasi.
3. Kemiskinan struktur (structural) adalah kemiskinan yang disebabkan keadaan
struktur pemerintahan, struktur pendistribusian fasilitas yang membuat suatu
daerah penduduknya menjadi miskin. Contoh, penduduk di luar Jawa banyak
miskin karena hasil minyak lebih banyak digunakan di Jawa.
Herman Suwardi mengungkapkan bahwa pada zaman kolonial Belanda di Jawa telah
terjadi industrialisasi pertanian (perkebunan tebu milik Belanda) yang dihimpitkan di atas
pola ekologi sawah (padi sawah rakyat). Himpitan ini disambut oleh petani sawah dengan
cara adaptasi mekanisme kalahkan diri sendiri, yang akhirnya menumbuhkan kemiskinan
bagi petani.
Penelitian Kelin Tarigan (Disertasi) menunjukkan tidak terjadi pola demikian di kalangan
masyarakat nelayan di Sumatera Utara (1990).
Data Kemiskinan di Indonesia
Data jumlah penduduk miskin atau persentase penduduk miskin sering berubah-ubah
karena :
Ukuran Miskin atau garis kemiskinan yang dipakai berubah
Data empiris dari lapangan yang bias, sering dibuat estimasi.
Disini disarikan data dan perihal kemiskinan di Indonesia yang datanya bersumber dari
BPS, Stattistik Indonesia Tahun 2004.
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia tahun 1977 menyebabkan bertambahnya
penduduk miskin. Padahal sebelum terjadi krisis jumlah penduduk miskin terus
berkurang.
Menurut standar 1966, pada tahun 1966 jumlah penduduk miskin adalah 22,5 juta jiwa
atau 11,3% dari jumlah penduduk. Penduduk miskin 7,2 juta di perkotaan (9,7%) dan
15,3 juta di perdesaan (12,4%).
Dalam kurun waktu tahun 1993-1996 penduduk miskin di perkotaan berkurang 1,5 juta
jiwa dan di perdesaan berkurang 1,9 juta jiwa. Pada akhir tahun 1998 jumlah penduduk
miskin menjadi 49,5 juta jiwa. Kenaikan jumlah penduduk miskin ini disebabkan krisis
ekonomi dan standar kemiskinan yang digunakan BPS berubah.
Jumlah penduduk miskin tahun 1996 jika diukur dengan standar 1988 adalah 34,5 juta,
jadi akibat krisis adalah 15 juta (49,5-34,5) juta. Standar kemiskinan tahun 1988 adalah
Rp.96.959 untuk kota dan Rp,72,780 untuk desa, (Rp./kapita/bulan).
Pada Februari 1999 jumlah penduduk miskin adalah 48,4 juta, di desa sebanyak 67,6%.
Garis kemiskinan yang dipakai Rp,92.409 di kota dan Rp.74.272 di desa,
(Rp./kapita/bulan).
Pada Februari 2002 jumlah penduduk miskin adalah 38,4 juta, di desa sebanyak 65,4%.
Garis kemiskinan yang dipakai Rp,130.499 di kota dan Rp.96.512 di desa
(Rp./kapita/bulan).
Pada Februari 2003 jumlah penduduk miskin adalah 37,3 juta.
Pada Februari 2004 jumlah penduduk miskin adalah 36,1 juta.
Garis kemiskinan yang dipakai Rp,143.455 di kota dan Rp.108.725 di desa
(Rp./kapita/bulan).

Batas garis kemiskinan baik di kota maupun di desa makin lama makin naik, pada tahun
1976 batas miskin di kota adalah Rp.4.522 per kapita per bulan, di desa adalah Rp.2.849
per kapita per bulan. Setelah 20 tahun kemudian atau pada tahun 1996 batas miskin
menjadi Rp.38.246 per kapita per bulan di kota, dan di desa adalah Rp.27.413 per kapita
per bulan.
Dengan batas miskin yang dibuat setiap tahunnya atau setiap periode, maka persentase
penduduk miskin di kota dan desa adalah menurun jumlah jiwanya dan sangat menurun
% penduduk miskin. Pada tahun 1976 penduduk miskin di desa adalah 40,4% dan setelah
20 tahun kemudian menurun menjadi 12,3% atau dari 44,2 juta jiwa miskin tahun 1976
turun menjadi 15,3 juta jiwa.
Pada periode tahun 1996-2004 batas garis kemiskinan baik di kota maupun di desa juga
Dengan batas miskin yang dibuat setiap tahunnya atau setiap periode, maka persentase
penduduk miskin di kota dan desa naik dan turun jumlah jiwanya dan % penduduk
miskin. Pada tahun 1996 penduduk miskin di desa adalah 19,9% dan tahun 1998 menjadi
25,7 kemudian menurun menjadi 20,1% di tahun 2004.
Pada periode 1976-1996 batas miskin menggunakan standar lama (sebelum tahun 1998),
pada periode 1996-2004 batas miskin menggunakan standar 1988 yang disesuaikan
dengan pola konsumsi tahun yang bersangkutan. Oleh karena itu data pada baris tahun
1996 pada periode tahun 1976-1996 berbeda dengan data baris tahun 1996 pada periode
1996-2004. Jadi disini nampak tahunnya sama tetapi angka kemiskinannya berbeda,
karena standar yang digunakan berbeda.
Persentase penduduk miskin antar propinsi adalah bervariasi. Pada tahun 2003 dan 2004
persentase penduduk miskin (kota+desa) tertinggi terdapat di Papua yakni 39% dan
38,7%, menyusul di Maluku yakni 32,9% dan 32,1%. Hanya di dua propinsi ini yang
mempunyai penduduk miskin di atas 30%. Kemudian di Aceh yakni 29,8% dan 28,5%,
di Gorontalo yakni 29,3% dan 29,01%, di Nusa Tenggara Timur yakni 28,6% dan 27,9%,
di Nusa Tenggara Barat yani 26,3% dan 25,4%. Daerah propinsi lainnya mempunyai
persentase penduduk miskin di bawah 25%.
Daerah-daerah yang mempunyai persentase penduduk miskin paling rendah di tahun
2003 dan 2004 (kota+desa) terdapat di Jakarta yakni 3,4% dan 3,2%, menyusul di Bali
yakni 7,3% dan 6,9%, di Kalimantan Selatan yakni 8,2% dan 7,2%, di Sulawesi Utara
yakni 9,0% dan 8,9%, di Banten yakni 9,6% dan 8,6%, di Bangka Belitung yakni 10,1%
dan 9,1%, sedangakan daerah lainnya mempunyai penduduk miskin di atas 10%.
Batas kemiskinan tidak sama antar propinsi. Pada tahun 2003 dan 2004 batas kemiskinan
di kota di DKI adalah Rp.186.525 dan Rp.197.306 per kapita per bulan, inilah batas
kemiskinan tertinggi di daerah perkotaan. Menyusul di Riau yakni Rp.178.016 dan
Rp.198.075, dan paling rendah di Gorontalo yakni Rp.114.907 dan Rp.126.612 per kapita per bulan
Kemiskian memang bukan hanya menjadi masalah di Negara Indonesia, bahkan Negara majupun masih sibuk mengentaskan masalah yang satu ini. Kemiskinan memang selayaknya tidak diperdebatkan tetapi diselesaikan. Akan tetapi kami yakin : “du chocs des opinion jaillit la verite”. “ Dengan benturan sebuah opini maka akan munculah suatu kebenaran “. Dengan kebenaran maka keadilan ditegakkan, dan apabila keadilan ditegakkan kesejateraan bukan lagi menjadi sebuah impian akan tetapi akan menjadi sebuah kenyataan.
Menurut Robert Chambers bahwa inti kemiskinan terletak pada kondisi yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Perangkap itu terdiri dari :
1. Kemiskinan itu sendiri
2. Kelemahan fisik
3. Keterasingan atau kadar isolasi
4. Kerentaan
5. Ketidakberdayaan
Semua unsur itu terkait satu sama lain sehingga merupakan perangkap kemiskinan yang benar – benar berbahaya dan mematikan, serta mempersulit rakyat miskin untuk bangkit dari kemiskinannya.
Menarik kita intip kembali masalah kemiskinan di Indonesia yang pada tahun 2005 jumlahnya 35,100 juta jiwa ( 15,97 % ), tahun 2006 jumlahnya 39,300 juta jiwa ( 17,75 % ), tahun 2007 berjumlah 37,130 ( 16,58 % ) ( sumber BPS ). Menurut World Bank penduduk Indonesia yang masih dibawah garis kemiskinan sebanyak 49 % pada tahun 2007 atau berpendapan di bawah 2 dollar AS per hari ( ketentuan garis kemiskinan versi World Bank ). Memang terjadi suatu perbedaan antara BPS dan World Bank, dikarenakan indicator yang digunakan untuk menghitung garis kemiskinan pun berbeda. Sampai sekarang masih terjadi perdebatan antara para pengamat ekonomi tentang metodologi penghitungan kemiskinan menurut BPS. Terlepas dari perdebatan tersebut kita tengah dipertontonkan fakta yang cukup menakutkan berupa angka kemiskinan yang masih sangat tinggi sekali.
Factor – factor internal dan eksternal orang miskin pun semakin membuat kehidupan yang mereka jalani semakin sulit. Adapun factor internal orang miskin diantaranya : tingkat pendidikan yang rendah, kebodohan, sikap apatis orang miskin terhadap segala kebijakan pemerintah, dll. Dan inilah ( factor internal ) yang selama ini dijadikan salah satu alasan pemerintah, mengapa kemiskinan sulit dientaskan. Sebetulnya masih ada factor eksternal yang seharusnya pemerintah juga memperhatikan dan mencermati, yang kami anggap juga tak kalah menyulitkan bagi orang miskin. Adapun factor eksternal diantaranya pembangunan yang selama ini tidak berpihak kepada orang miskin, distribusi pendapatan Negara yang tidak merata, penggusuran dengan / tanpa kompensasi, kesenjangan social – ekonomi. Kita memang mempunyai orang terkaya se- Asia Tenggara versi Globe Asia akan tetapi kita juga dihadapkan dengan fakta yang menyedihkan tentang meninggalnya seorang anak balita di Makassar karena tidak diperiksakan dan dirawat di rumah sakit setelah 1 bulan menderita sakit, dikarenakan tidak mampu membayar biaya kesehatan.Ini lah salah satu wujud kesenjangan social – ekonomi yang sudah sangat parah. Menarik juga mengangkat tentang sertifikasi dan isu kenaikan gaji guru yang sekarang sedang menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat. Tugas seorang guru memang berat dan penuh amanat, akan tetapi gaji seorang guru dengan golongan terendah sekalipun jikalau kita hitung masih diatas 2 dollar per hari. Dan mereka bukan termasuk salah satu dari 49% orang miskin versi World Bank. Dan saya rasa memang belum saatnya jikalau gaji guru dinaikkan, mengingat kondisi perekonomian di Negara kita dan ketakutan akan semakin lebarnya jurang kesenjangan antara yang Miskin dan tidak Miskin, masih sangat banyak orang di sekeliling kita yang berpenghasilan jauh dibawah 2 Dollar per hari, seperti: buruh tani, buruh pabrik, kuli, dan masih banyak lagi.
Dengan dana pendidikan 20% dari APBN, alangkah baiknya pemerintah mengalokasikan dana tersebut untuk diprioritaskan pada sarana pendidikan baik dari infrastruktur sekolah, akses sekolah, biaya pendidikan yang terjangkau bagi orang miskin. Jikalau distribusi dana pendidikan lancar, niscaya jurang kesenjangan social – ekonomi yang Miskin dan Miskin akan berkurang.
F.Kesenjangan Pendapatan
Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi merupakan 2 masalah besar di negara-negara berkembang.

Di Indonesia pada awal pemerintahan Orde Baru, pemerintah menetapkan kebijaksanaan pembangunan yang disebut dengan“TRICKLE DOWN EFFECTS” yaitu bagaimana mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam suatu periode yang relatif singkat.

Untuk itu, maka pembangunan ekonomi nasional dimulai dari Pulau Jawa (khususnya jawa Barat), dengan alasan bahwa di Pulau Jawa sudah tersedia infrastruktur, dengan harapan bahwa hasil-hasil pembangunan itu akan menetes ke sektor dan wilayah lain di Indonesia.

Akan tetapi sejarah menunjukkan bahwa setelah 10 tahun berlalu sejak Pelita I (1969) ternyata efek tersebut tidak tepat.
Memang pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tinggi pada dekade 1980-an hingga pertengahan 1990-an (sebelum krisis ekonomi), tetapi tingkat kesenjangan juga semakin besar dan jumlah orang miskin tetap banyak.

Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi saja, tetapi yang lebih penting adalah Distribusi Peningkatan Pendapatan kepada semua anggota masyarakat.

Menjelang pertengahan tahun 1997 (sebelum krisis) tingkat pendapatan perkapita Indonesi rata-rata melebihi 1.000 dollah AS. Akan tetapi apa artinya kalau hanya 10% saja dari jumlah tersebut yang menikmatinya.

III.Kesimpulan
Kemiskinan merupakan masalah global (menyeluruh), sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif (tepat sasaran) dan komparatif (perbandingan), sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif (penilaian terhadap apa yang telah dicapai), dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara- negara yang "miskin".1
Kemiskinan menurut pendapat dapat di kategorikan dalam
tiga unsur (macam), yaitu :
1. Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau seseorang.
2.Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam.
3. Kemiskinan buatan.
Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan
struktur dan fungi suatu sistem social. Revolusi nasional, pembentukan suatu lembaga pembangunan desa, pengadopsian metode keluarga berencana oleh suatu keluarga, adalah merupakan contoh-contoh perubahan sosial Perubahan, baik pada fungi maupun struktur sosial adalah terjadi sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas. Struktur suatu sistem terdiri dari berbagai status individu dan status kelompok-kelompok yang teratur. Berfungsinya struktur status-status itu merupakan seperangkat peranan atau perilaku nyata seseorang dalam status tertentu. Status dan peranan saling mempengaruhi satu sama lain. Status guru sekolah misalnya
menghendaki perilaku-perilaku tertentu bagi seseorang yang menduduki posisi itu, dan mempengaruhi tingkah laku orang tersebut. Mungkin saja seseorang menyimpang jauh dari seperangkat tingkah laku yang diharapkan (karena dia menduduki posisi status tertentu), tetapi statusnya mungkin berubah. Fungsi sosial dan struktur sosial berhubungan sangat erat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam proses perubahan social, jika salah satu berubah, maka yang lain akan berubah juga. Berdirinya atau ditetapkannya organisasi kampus yang baru, mempengaruhi struktur social universitas karena didefinisikannya seperangkat fungsi baru di sana. Jika seseorang (pejabat) ";mulai berfungsi dalam status baru itu, mereka mungkin mempengaruhi fungsi universitas secara keseluruhan.
Saran-saran
Problem Kemiskinan di masyarakat saat ini berbanding lurus dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk indonesia. Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem masalah yang terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat urbanisasi menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma yang sempit bahwa dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi bahagia dan sejahtera menjadi masalah serius. Problem itu tidak akan menjadi masalah serius apabila pemerintah lebih fokus terhadap perkembangan dan pembangunan desa tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan dipedesaan sekaligus mengalirnya investasi dari kota dan juga menerapkan desentralisasi otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada seluruh daerah untuk mengembangkan potensinya menjadi lebih baik, sehingga kota dan desa saling mendukung dalam segala aspek kehidupan. Sehingga masalah kemiskinan bisa diatasi.
IV.Daftar Pustaka
I.Pendahuluan
II.Pembahasan
a.Kemiskinan
b.Mengukur kemiskinan
c.kemiskinan dunia
d.penyebab kemiskinan
e.menghilangkan kemiskinan
f.Kesenjangan pendapatan
III.Kesimpulan
IV.Daftar Pustaka