Rabu, 06 April 2011

INDUSTRIALISASI

INDUTRIALISASI

I.PENDAHULUAN
industrialisasi adalah suatu proses menciptakan interaksi para pihak yang memiliki kepentingan ekonomis yang sama terhadap suatu siklus rantai nilai. Proses ini dapat terjadi secara alamiah maupun disengaja. Secara alamiah, pemicu proses industrialisasi adalah pasar. Jadi, pasar yang membutuhkan barang/jasa otomotif memancing munculnya para produsen otomotif untuk mensuplai kebutuhan pasar. Pada gilirannya, kebutuhan logistik produsen akan menghadirkan para supplier. Lalu, setelah barang/jasa selesai dibuat, maka proses delivery ke pasar akan memerlukan para distibutor dari hulu ke hilir. Ketika tingkat persaingan menjurus tak terkendali, bahkan kepentingan lingkungan sosial dan alam harus diakomodir, maka pemerintah turun tangan menjadi wasit melalui berbagai regulasi yang menjamin keterbukaan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness.
Industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan ekonomi yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi merupakan proses perubahan struktur ekonomi dari struktur ekonomi pertanian atau agraris ke struktur ekonomi industri. Tidak dapat dipungkiri bahwa industrialisasi memberikan dampak yang positif bagi perekonomian di Indonesia, dengan kata lain sektor industri manufaktur muncul menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat mengimbangi laju pertumbuhan sektor pertanian.

LATAR BELAKANG INDUSTRIALISASI INDONESIA
Revolusi Industri
II.PEMBAHASAN
Dimulai dari sejarah revolusi industri, Revolusi Industri adalah perubahan teknologi, sosioekonomi, dan budaya pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19Inggris dengan perkenalan mesin uap (dengan menggunakan batu bara sebagai bahan bakar) dan
ditenagai oleh mesin (terutama dalam produksi tekstil). Perkembangan peralatan mesin
logam-keseluruhan pada dua dekade pertama dari abad ke-19 membuat produk mesin
produksi untuk digunakan di industri lainnya. yang terjadi dengan penggantian
ekonomi yang berdasarkan pekerja menjadi yang didominasi oleh industri dan
diproduksi mesin. Revolusi ini dimulai di
Awal mulai Revolusi Industri tidak jelas tetapi T.S. Ashton
menulisnya kira-kira 1760-1830. Tidak ada titik pemisah dengan Revolusi Industri
II pada sekitar tahun 1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi
mendapatkan momentum dengan perkembangan kapal
tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut
perkembangan mesin bakar dalam
dan perkembangan pembangkit tenaga listrik.
Efek budayanya menyebar ke seluruh Eropa Barat dan Amerika Utara, kemudian mempengaruhi
seluruh dunia. Efek dari perubahan ini di masyarakatNeolitikum ketika pertanian mulai dilakukan dan membentuk peradaban, menggantikan kehidupan nomadik.
Industialisasi Nasional
Cukup lama sudah ekonomi nasional berjalan di
atas realitas yang mengancam.Indonesia sekedar menjadi pasar, sasaran eksploitasi alam, dan sasaran eksploitasi tenaga
kerja murah bagi kemajuan negeri-negeri kapitalis maju. Produktivitas rata-rata
masih sangat rendah sementara, konsumtivisme dipaksa menjadi budaya dominan.
Pengangguran semakin banyak, kemiskinan bertambah, dan praktek percaloan bukan
sekadar budaya di sektor ekonomi tapi, juga melanda sektor politik dan
kehidupan sehari-hari masyarakat.
Karenanya, merupakan kebutuhan obyektif untuk memberi
penjelasan dari sudut alternatif anti-neoliberal beserta solusinya termasuk,
cita-cita alternatif seperti apa yang hendak dituju. Tanpa bermaksud
menghadirkan determinisme sempit, ajuan gagasan industrialisasi nasional
sebagai jawaban alternatif patut mendapat sambutan. Jawaban ini, tentu saja,
menyertakan perubahan pada dimensi sosial lain seperti pada bidang politik,
sosial-budaya, birokrasi, pertahanan-keamanan, lingkungan hidup, dll.
Cita-cita industrialisasi nasional adalah menciptakan
kemakmuran bagi seluruh rakyat, dalam pengertian; kebutuhan barang dan jasa
tercukupi, masyarakat punya daya beli, karena penghasilan yang layak disertai
produktivitas tinggi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang maju
secara adil dan merata. Berdiri sejajar dengan itu, industrialisasi juga
bermakna membangun ketahanan ekonomi nasional, sehingga kedaulatan sebagai
negara-bangsa nyata terwujud. Gambaran tersebut tidak lantas mengisolir
perekonomian nasional sebagaimana kerap dicurigai sebagian kalangan. Kerja sama
dengan negeri-negeri lain di seluruh dunia, tentu sangat penting sehingga perlu
dipererat. Namun kerja sama tersebut bukan dalam bentuk hubungan yang
eksploitatif tapi, hubungan yang setara dan saling memajukan. Bahkan, apabila
kedaulatan dan kemajuan berhasil dicapai, akan semakin membuka potensi kita
memajukan negeri-negeri terbelakang lain yang saat ini masih senasib.
Cakupan Industrialisasi Nasional
Makna praktis industrialisasi adalah memajukan tenaga
produktif menjadi lebih modern, dapat diakses secara massal, dan tinggi
kualitas. Tanpa kemajuan tenaga produktif, negeri ini tidak akan punya
ketahanan ekonomi menghadapi gempuran neoliberalisme. Tanpa ketahanan ekonomi,
kedaulatan negeri ini - terutama kedaulatan rakyatnya - berhenti sebatas
cita-cita.
Menjelaskan program industrialisasi nasional secara
konkret, baik rangkaian transaksi maupun variabel-variabelnya, bukan perkara
sederhana. Sebabnya, transaksi dan variabel industrialisasi merupakan peta
jalan, menuju cita-cita industrialisasi nasional yang berhubungan dengan
rincian dalam aspek mikro maupun makro ekonomi. Tapi, di sini saya coba
mengurai dalam batasan secara umum, dengan berangkat dari apa yang ada, serta
menghadirkan apa yang seharusnya sudah ada tapi belum ada, dalam syarat sebagai
negeri modern dan berkeadilan sosial. Karenanya, saya akan sangat
berterimakasih apabila tulisan ini dapat dikritisi dan atau dilengkapi oleh
siapa saja yang berkenan melakukannya.
Terdapat tiga variabel kerja pokok yang saling berhubungan
dalam batasan tersebut: pertama, mengapa dan bagaimana program
industrialisasi nasional dapat melindungi industri yang ada, sehingga tidak
semakin hancur karena kalah bersaing di tingkat global, regional, maupun lokal
(terhadap industri negeri-negeri yang lebih maju); kedua, mengapa dan
bagaimana program industrialisasi nasional dapat mengambil-alih atau melakukan
proses transfer kepemilikan atas sumber daya produksi vital, energi, teknologi
dan ilmu pengetahuan, yang masih dikontrol oleh korporasi asing ke dalam
kontrol negara (meski tidak harus berbentuk BUMN, melainkan lewat pengetatan
kebijakan ekonomi); ketiga, mengapa dan bagaimana program
industrialisasi nasional dapat menciptakan dan mengembangkan sumber daya
produksi baru. Pada tahap awal (sumber daya produksi baru tersebut), diciptakan
dan dikembangkan menurut kebutuhan memajukan sektor-sektor produksi vital yang
masih tertinggal dari segi teknologi dan sistem produksi seperti, tanaman
pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Proses industrialisasi, dengan meminjam istilah dari Dawam Rahardjo-adalah suatu keniscayaan (Dawam Rahardjo, 1995), karena proses ini dianggap sebagai sebuah kunci ke arah kemakmuran yang didambakan oleh setiap bangsa. Kendatipun bukan satu-satunya, industrialisasi dapat dianggap sebagai salah satu jalan yang penting dalam mencapai kemakmuran. Tujuan industrialisasi antara lain : memperluas lapangan kerja, menambah devisa negara, memanfaatkan potensi sumber daya alam maupun sumberdaya manusia dan terutama menggerakkan roda perekonomian suatu bangsa menjadi lebih cepat. Industrialisasi adalah sebuah kebutuhan suatu bangsa guna kelangsungan hidup yang semula bertumpu kepada pertanian. Pertumbuhan ekonomi rakyat yang dimaksud tulisan ini, adalah ekonomi dengan pelaku-pelakunya rakyat banyak, di luar konglomerat dan pengusaha besar lainnya, atau dikenal dengan akronim pengusaha UKM (Usaha Kecil dan Menengah).
Dampak positif industrialisasi dalam konteks globalisasi saat ini telah diketahui yakni meningkatkan produktivitas melalui peningkatan efisiensi. Namun dampak negatifnya masih banyak diperdebatkan orang, terutama kaitannya dengan kerusakan lingkungan. Ketika sebuah bangsa menggantungkan hidupnya kepada pertanian, maka masalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh masyarakat yang hidup dengan bertani belum begitu mengemuka dalam berbagai pembahasan. Lain masalahnya, ketika proses industrialisasi tengah berjalan, maka dampak positifnya rakyat banyak tak lagi terlalu menggantungkan hidupnya pada sumber alam yang langsung digali atau dimanfaatkan.
Peranan sektor industri dalam produksi nasional pada tahun 1990 cukup meningkat. Hal ini ditandai dengan sumbangannya sebesar 21% ke dalam produk domestik bruto (PDB), ini berarti telah melampaui sumbangan sektor pertanian sebesar 19%. (Hartanto, 1995). Selanjutnya berdasarkan data tahun 2000, besar komposisi perbandingan sumbangannya terhadap PDB adalah 30% industri dengan 10% pertanian (LPE-IBII, 2002).
Di Indonesia, ketika industri akan dikembangkan pada awal 1970-an, maka dikenallah tiga konsep pengembangan industri, yaitu : (a) konsep yang bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam/manusia (comparative advantages). (b) konsep yang mengandalkan kecepatan perubahan teknologi (State to the art of technology) dan (c) konsep keterkaitan antara hulu-hilir (industrial linkage). Ketiga konsep itu dilaksanakan secara serempak di Indonesia dimulai pada awal 1970-an. Walaupun ketika itu, terjadi tarik-menarik antara mana yang harus dijadikan prioritas dari masing-masing kelompok pendukung ketiga konsep di atas.
Dawam Rahardjo (1995) menguraikan bahwa di zaman penjajahan kolonial Belanda perkembangan sektor industri di Hindia Belanda (Indonesia) merupakan isue kontroversial, sebab kelompok konservatif di parlemen Belanda, tidak menyetujui adanya proses industrialisasi di tanah jajahan. Setelah merdeka dari penjajahan Belanda, beberapa tokoh mencoba menerangkan perlunya proses industrialisasi di Indonesia antara lain; Mohammad Hatta, Soemitro Djojohadikusumo dan Syafrudin Prawiranegara. Sumitro dari awal berpendapat bahwa industrialisasi perlu sebagai jalan keluar mengentaskan kemiskinan yang disebabkan karena bersumber pada ketergantungan kepada sektor pertanian. Sementara Hatta berargumen bahwa industrialisasi diperlukan sebab dapat menciptakan kemandirian yang lebih besar, sementara sektor pertanian dikhawatirkan karena sangat sensitif terhadap konjungtur perekonomian dunia. Syafrudin Prawiranegara, berbeda pendapat dengan banyak kalangan ketika bersemangat untuk menasionalisasikan perusahaan Belanda. Bagi Syafrudin ketika itu, proses Indonesianisasi jauh lebih penting ketimbang proses nasionalisasi. Karena itu ketika de Javasche Bank diubah menjadi Bank Indonesia, Safrudin membiarkan tenaga ahli Belanda tetap dimanfaatkan. Bagi Syafrudin bukan menguasai lembaganya, tetapi menguasai sistemnya jauh lebih penting.
Dari sudut pandang kepentingan perekonomian suatu bangsa, industrialisasi memang penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi tinggi dan stabilitas. Namun, industrialisasi bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan perkapita tinggi. Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antar negara, periode industrialisasi merupakan tahapan logis dalam proses perubahan struktur ekonomi. Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja. (Tulus Tambunan, 2001).
Dapat dipahami bahwa ketika membahas masalah industrialisasi, selalu terkait dengan sektor pertanian. Sehingga setiap persoalan industrialisasi akan dibahas secara serempak dengan keterkaitan ke masalah pertanian. Proses pembangunan di Indonesia tetap diawali dengan perhatian pada bagaimana menggerakkan perekonomian yang berbasis pertanian. Karena itu diutamakanlah industri yang menciptakan mesin-mesin pertanian dan sebagainya. Sasaran pembangunan jangka panjang tahap satu adalah, mengubah struktur ekonomi dari struktur yang lebih berat dari pada pertanian kepada struktur yang seimbang antara sektor pertanian dan sektor industri. (Hamzah Haz, 2003). Dengan struktur yang seimbang inilah maka ekonomi rakyat dapat ditumbuhkan.
Kelemahan mendasar pada pembangunan di masa lalu adalah, pertumbuhan tidak berhasil mencapai upaya mengaitkan pertumbuhan dengan pemanfaatan sumber daya alam, pertanian, dan kemaritiman. Ini mungkin salah satu alasan mengapa ketika awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dibentuk Menteri Negara Urusan Perikanan dan Sumber Daya Maritim, karena ketika itu, walaupun dasadari bahwa 60% wilayah Republik Indonesia adalah lautan. Kenyataan ini merupakan salah satu penyebab gagalnya proses industrialisasi di Indonesia dalam menciptakan lapangan kerja, sehingga ketika krisis terjadi sebagian besar angkatan kerja lebih 50% masih bekerja di sektor pertanian, sementara hanya 10% saja yang bekerja di sektor industri.
Pada awal sejarah kehidupan, manusia baru mengenal dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah disediakan alam. Perekonomian pada tahap ini disebut perekonomian yang berbasis pertanian, di mana kegiatan pertanian mendominasi seluruh aspek kehidupan. Kegiatan menghasilkan barang hanyalah terbatas pada industri rumah tangga. Demikian pula kegiatannya belumlah menonjol seperti keadaan sekarang. Perekonomian berbasis pertanian ini kemudian berkembang menjadi perekonomian berbasis industri. Tentu saja perkembangan ini akan menyangkut beberapa aspek, sehingga perlu diidentifikasi, ada perkembangan apa saja, serta bagaimana pola pengaruhnya kepada kontribusi kedua sektor yakni pertanian dan industri.
Di Indonesia, secara historis, proses industrialisasi itu telah berlangsung lama walaupun berbeda tingkat intensitasnya. Jika dikaitkan dengan kontribusi sektor industri kepada pendapatan domestik bruto, perubahan besar kecilnya kontribusi menunjukkan besarnya peran dalam perjalanan suatu sektor terhadap perekonomian bangsa. Persoalannya adalah seberapa besar peranan transformasi industri kepada perekonomian rakyat secara menyeluruh ?
METODOLOGI PENELITIAN.
Tulisan ini akan mencoba mengaitkan antara proses transformasi struktur dari sektor pertanian ke sektor industri dalam kurun waktu 1970-2000 dan peranannya bagi rakyat banyak. Untuk memudahkan analisa, tulisan ini diarahkan kepada beberapa pertanyaan berikut ini :
a. Bagaimana gambaran secara umum perkembangan proses industrialisasi dalam setiap dekade, kemudian apa peranannya bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi rakyat ?
b. Selama tiga dekade itu, yakni 1970-1980, 1980-1990 dan 1990-2000, peristiwa apa yang cukup menonjol setiap dekade dan hal-hal apa saja yang menarik perhatian untuk bahan pelajaran di masa depan ?
c. Bagaimana karakteristik hubungan antara beberapa variabel jika dianalisa secara regresi dan korelasi, sehingga dapat menjelaskan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya ?
Tentu saja mengingat luasnya pengkajian masalah ini, maka perlu dilakukan pembatasan dalam analisanya yakni :
1. Pengkajian akan dibatasi pada masalah perubahan kontribusi : pertanian, industri pengolahan, investasi swasta dan pemerintah, ketenagakerjaan dan upah, terhadap PDB Indonesia pada kurun waktu 1970-2000.
2. Pembahasan hanya dibatasi pada peristiwa-peristiwa yang menonjol pada setiap dekade, 1970-1980, 1980-1990 dan 1990-2000 yang diperkirakan berpengaruh kepada perubahan PDB tersebut. Ukuran menonjol dilihat dari beberapa luas masalah tersebut menjadi bahan berita dan kemunculan beberapa kebijakan yang diambil akibat adanya peristiwa itu.
Tulisan ini merupakan hasil (outcome) dari sebuah riset kepustakaan yang bersifat eksploratif, artinya, peneliti akan menggali bagaimana perubahan kontribusi sektor industri dan pertanian terhadap PDB dalam kurun waktu 1970-2000. Proses analisanya akan dibagi menjadi 3 babak yang menggambarkan karakteristik dari setiap dekade.
Dalam setiap babakan akan dilihat bagaimana pengaruh perubahan kontribusi beberapa variabel di samping industri dan pertanian. Untuk itu, analisa hanya dibatasi pada variabel : pertanian, industri pengolahan, investasi swasta dan pemerintah, ketenaga kerjaan, dan upah. Variabel ini sangat penting dan besar pengaruhnya pada konstelasi ekonomi suatu bangsa. Saling pengaruh dari masing-masing variabel terhadap industri dan pertanian dapat digambarkan dalam diagram kerangka berpikir di bawah ini.
Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan hipotesa, artinya riset tidak memberikan dahulu jawaban untuk dibuktikan. Riset lebih bersifat mengungkapkan segala kenyataan apa yang telah terjadi pada dua sektor utama ini yakni sektor pertanian dan sektor industri yang pada gilirannya nanti akan menjadi tulang punggung gerak hidup perekonomian suatu bangsa dan bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat banyak.
Analisa dilakukan dengan cara mengumpulkan data PDB dari tahun 1970 s/d tahun 2000 dengan berbagai asumsinya. Data ini akan dikaitkan dengan berbagai peristiwa yang terjadi pada situasi perekonomian di setiap dekade.
Perhitungan matematik atau statistik yang dipakai dalam riset ini relatif sederhana yakni dilakukan secara proporsional membuat angka variabel relatif terhadap angka lainnya. Sesuai dengan temanya bahwa riset ini adalah riset kepustakaan, dengan demikian, sumber dana utamanya ialah data sekunder dari laporan yang ditulis oleh Lembaga Penelitian Ekonomi IBII Jakarta tahun 2002.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persentase. Di samping itu, perkembangan konstelasi perekonomian yang terjadi pada setiap dekade akan dilihat. Sehingga dari situlah akan diambil kesimpulan, berapa besar peranan pertanian dan industri manufaktur itu dalam setiap dekade.
Analisa statistik yang digunakan ialah analisa melalui prosentasi relatif dan analisa dengan regresi-korelasi.
KERANGKA TEORI.
Perkembangan Ekonomi Dunia dan Akibatnya kepada Indonesia.
Untuk mengkaji perkembangan ekonomi dunia dan berbagai konstelasinya tentu saja sangat luas, karena itu uraiannya akan dibatasi pada bagian penting yang akan menjadi bahan analisa yaitu : produksi, investasi, perdagangan, dan moneter. Keempat aspek ini dipilih karena pengaruhnya cukup signifikan terhadap berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia, khususnya dalam rangka menanggulangi masa krisis yang berkepanjangan.
Perkembangan perekonomian di negara manapun tidak terlepas dari berbagai faktor, termasuk faktor luar negeri, semua negara akan selalu terkena imbas fluktuasi global. Sejak awal tahun 2000 hingga kini tak lepas dari masalah ketidak pastian ekonomi global.
Salah satu penyebab utama ditandai dengan melemahnya permintaan barang dari negara Amerika dan Eropa. Perlemahan ini berpengaruh kepada pergerakan ekonomi dari negara penggerak utama yakni : Jepang, Singapura, Taiwan, dan Hongkong ditambah lagi dengan persoalan keuangan negara Amerika Latin. Lembaga Penelitian Ekonomi IBII mencatat dalam Tabel 1, berikut ini.
Dalam laporan World Economy Outlook sebagaimana dikutip oleh LPE-IBII (LPE-IBII, hal 5), terlihat bahwa IMF hanya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,6% lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Sementara khusus untuk Indonesia, IMF memprakirakan pertumbuhan 3,0% pada tahun 2001, tentu saja ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi sebelumnya yang mencapai 4%. Padahal sebelum krisis Indonesia memperlihatkan kemajuan ekonomi yang cukup pesat. Prestasi ekonomi terekam sangat baik justru terjadi sebelum krisis ekonomi. Selama lebih dari tiga dasa warsa pertumbuhan ekonomi Indonesia begitu baik, pada pola pembangunan yang disebut Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) di zaman orde baru, pertumbuhan mencapai 6-7%, stabilitas moneter dan makro ekonomi bisa dipertahankan, jumlah penduduk miskin berkurang dan angka pengangguran dapat ditekan. (Hamzah Haz, h-xiv).
Tabel 1, memperlihatkan bahwa dampak serangan terhadap gedung WTC 11 September 2001, ialah memburuknya ekonomi USA dan hal ini berakibat langsung pada melemahnya permintaan dari USA kepada negara pengekspor barang-barang antara lain Indonesia, China, India, dan lain-lain. Untuk Indonesia, pemerintah memperkirakan pertumbuhan hanya 3-4% dan ini bertahan hingga tahun 2003.
Faisal Basri juga memprakirakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 berkisar antara 3-4% dan bertumpu pada pengeluaran pembentukan modal tetap domestik bruto (Gross domestik fixed formation) dengan catatan perbankan mulai bisa menyalurkan kredit dengan jumlah yang memadai. Sumber pertumbuhan lain adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yang naik sebagai akibat mulai membaiknya tingkat pendapatan riil pada tahun 2000. Apalagi ditambah dengan tingkat kepercayaan konsumen yang semakin membaik dengan telah terbentuknya pemerintahan baru dan keamanan yang cukup membaik. (Faisal Basri, 2002, hal 84). Apa yang dikatakan Faisal Basri ini, akan tetap dapat dipertahankan hingga akhir tahun 2003, walaupun ada sedikit gangguan pada bulan Juli 2003, ketika ada bom di Hotel J.W. Marriot Jakarta yang cukup membawa banyak korban dan juga mempengaruhi sedikit tingkat kepercayaan konsumen atau investor pada keadaan keamanan negara Indonesia.
Sebenarnya kondisi makro ekonomi selama kepemimpinan Gus Dur, memang tidak terlalu menggembirakan. Pada tahun 2000, kondisi makro ekonomi tampak tidak stabil. Nilai tukar berfluktuasi antara 20% – 30% dan inflasi juga mengalami peningkatan. Peningkatan ini tampaknya juga dipicu oleh rendahnya daya beli dan inflasi sebelumnya. Selain itu beberapa aspek teknis kebijakan tampaknya juga membawa dampak pada meningkatnya inflasi seperti pengenduran kebijakan moneter dan meningkatnya harga minyak di pasaran internasional. Ini mengakibatkan pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Oktober 2000. (Hamzah Haz, 2003, hal 122).
Walaupun demikian, di bawah kepemimpinan Gus Dur, perekonomian mulai tumbuh sebesar 4,8% selama tahun 2000. Sedangkan Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan 4 – 4,5% pada tahun 2001. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh pertumbuhan beberapa sektor yang sudah mulai bergerak membaik yakni: pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Pada tahun 1996, sebelum krisis, sektor tersebut menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 64 triliun, sedangkan pada akhir tahun 2000 nilai tambah sektor itu sudah hampir mencapai Rp. 66,5 triliun.
Demikian halnya dengan sektor industri manufaktur. Setelah anjlok sebesar – 11,4 persen pada tahun 1998, sektor ini terus mengalami pertumbuhan sehingga nilai tambahnya pada tahun 2000 sudah lebih tinggi dibanding tahun 1996.
Prospek Ekonomi Indonesia
Walaupun banyak pengamat yang mengatakan bahwa serangan 11 September 2001 tidak akan terlalu mempengaruhi perekonomian dalam negeri, namun ternyata pemerintah malah merevisi APBN 2002 yang dikemukakan awal September 2001. Indikator yang diperlihatkan pada Tabel 2 memperlihatkan sedikit harapan positif pemerintah terhadap prospek perekonomian di tahun 2002.
Pada asumsi awal, perekonomian nasional diperkirakan tumbuh sebesar 5%, sementara pertumbuhan masing – masing komponen pengeluaran adalah konsumsi (1,7%), investasi (3,2%), ekspor (2,5%) dan impor (2,4%). Perubahan ini juga akan mengubah pertumbuhan komponen. (LPE-IBII, 2002, hal 24).
Laju inflasi lebih rendah dapat disebabkan oleh bermacam-macam antara lain: daya beli masyarakat yang semakin rendah, menguatnya nilai tukar rupiah, tersedianya barang dan jasa, serta lancarnya proses distribusi, berkurangnya KKN atau pungutan di jalan yang menyebabkan biaya tinggi, kebijakan pengendalian defisit yang diupayakan turun, kebijakan moneter yang hati-hati dengan pertumbuhan uang primer antara 12 – 13%.
Peranan Sektor Pertanian dan Sub Sektornya
Sesuai dengan tema penelitian yang mengupas tentang reformasi struktur ekonomi dari pertanian ke industri, maka pada bagian berikut ini akan dibahas mengenai bagaimana peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia. Memasuki abad ke 21, perekonomian Indonesia menghadapi sejumlah masalah yang sangat berat, khususnya akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Penurunan pendapatan, kemiskinan, pengangguran tinggi, laju inflasi tinggi, ketahanan pangan keropos, merupakan sederet persoalan ekonomi yang memerlukan pemecahan sesegera mungkin. Selain itu, apa yang telah diuraikan di atas yakni : masalah utang, turut juga menambah beban kesulitan. Untuk memecahkan semua masalah itu, maka Indonesia memerlukan suatu strategi pembangunan ekonomi yang memiliki kemampuan jangkauan masa depan dan memecahkan berbagai masalah. Salah satunya, harus menciptakan lapangan kerja, menghasilkan devisa, menghapus kemiskinan, sehingga tidak terlalu tergantung kepada impor, baik bahan baku, modal maupun keahlian.
Persoalannya ialah bagaimana membangun ekonomi tanpa terlalu bergantung kepada impor, serta membangun industri yang benar-benar dikuasai dan bukan industri yang sulit atai tidak dikuasai lalu membebani anggaran dan tidak dinikmati orang banyak.
Bungaran Saragih (2000, hal 156), menyarankan agar solusinya ialah : Pengembangan sektor agribisnis yang merupakan salah satu kalau bukan satu-satunya strategi pembangunan yang mampu menjangkau pemecahan masalah ekonomi Indonesia kepada perekonomian masa depan yang cerah dan penting secara internasional.
Dengan mengutip pendapat Davis dan Goldberg, (1957), Bungaran Saragih mendefinisikan bahwa sektor agribisnis tidak hanya pertanian, tetapi juga industri-industri yang menghasilkan sarana produksi pertanian seperti industri pembibitan, industri agrokimia (pupuk peptisida), industri agrootomotif (mesin dan peralatan) dan industri-industri yang mengolah hasil pertanian, seperti pertanian atau agribisnis antara lain :
1. Sumber dana pertanian terlengkap di dunia.
2. Keanekaragaman biologis.
3. Sumber daya yang cukup kuat dan baik.
4. Memiliki lembaga penelitian pertanian yang cukup terpandang.
5. Pengalaman yang cukup baik.
6. Potensi pasar yang besar, dengan daya tumbuh yang baik ia akan menjadi merging market.
Selain itu, banyak pula faktor eksternal yang mendukung gagasan dikembangkannya agribisnis di Indonesia, yaitu :
a. Prospektifnya bahan dasar makanan di pasar internasional.
b. Bergesernya strategi industrialisasi dari agrobased industry ke non agrobased industry akan meningkatkan impor.
c. Liberalisasi perdagangan akan memperluas pasar.
d. Meningkatnya kesadaran internasional akan kelestarian lingkungan.
Peranan Industrialisasi serta Perkembangannya
Hakikat dari industrialisasi jauh dari sekedar jajaran pilar-pilar pabrik yang menyemburkan asap. Bukan pula sosok kecanggihan teknologi, apalagi yang berbasis lemah, sehingga mudah lunglai diterpa badai. Lebih dari itu industrialisasi adalah proses rekayasa sosial yang memungkinkan suatu masyarakat siap menghadapi transformasi di berbagai bidang kehidupan untuk mampu meningkatkan harkat dan martabat kehidupannya sebagai makhluk sosial di tengah perubahan dan tantangan-tantangan yang selalu muncul silih berganti. Bagi masyarakat yang demikian luas, terlalu banyak yang dapat dibuat, bahkan bom sekalipun, teknologi secanggih apapun bisa jadi dapat dihadirkan. Akan tetapi bukan itu masalahnya, sebab intinya adalah apa gunanya semua teknologi itu bagi masyarakat banyak? Kesanalah arah pembangunan, karena industrialisasi bukan tujuan akhir. (Faisal Basri, 2002, h-289).
Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antar negara, proses industrialisasi adalah tahapan logis dari transformasi struktur ekonomi suatu negara, tahapan ini ditunjukkan melalui suatu kenaikan kontribusi produk manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor dan kesempatan kerja. (Chenery, 1992, dikutip Tulus Tambunan, 2001, 108).
Menurut Dumairy, istilah industri mempunyai dua arti. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Dalam konteks ini disebut industri kosmetik misalnya, berarti himpunan perusahaan penghasil produk kosmetik. Industri tekstil adalah himpunan pengusaha yang membuat tekstil. Kedua, industri menunjuk sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat masinal, elektrikal atau bahkan manual. (Dumairy, 1996, h-227).
Sejarah mencatat bahwa pada abad ke 20 ini disebut sebagai abad industri, sebab hanya negara-negara yang berhasil mengembangkan industrinya dalam berbagai bidang, ia menjadi negara yang besar, mulai dari Inggris, Perancis, Jerman, Itali dan lain-lain hingga ke Amerika dan Jepang. Bahkan tidak sedikit atau hampir semua negara industri itu mempunyai negara jajahan, kemudian ketika negara jajahan itu merdeka, maka mereka pun secara bertahap mengubah dirinya menjadi negara industri, misalnya India dan juga Indonesia.
Industrialisasi akan menimbulkan perubahan dalam tata kehidupan manusia, dan sebaliknya perubahan dalam tata kehidupan manusia akan menjadikan perubahan dalam proses industrialisasi. Industrialisasi merupakan upaya untuk menggerakkan industri di suatu negara, dengan demikian industrialisasi merupakan proses perkembangan suatu bangsa. (Yudo Swasono dalam Muhammad Thoyib, 1995, h-2). Karena itu, sejalan dengan kebutuhan masyarakat, maka masyarakatpun berkembang dari masyarakat primitif, menjadi agraris, menjadi industri dan akhirnya menjadi masyarakat ilmu pengetahuan. Inilah salah satu kenyataan yang mudah dipahami bagaimana perannya suatu industri terhadap perkembangan ekonomi rakyat di sebut negara.
Di Indonesia, Tulus Tambunan (2001, h-108) mencatat adanya proses industrialisasi dimulai dari tahun 1969 dan berhasil mengangkat tingkat pendapatan per kapita di atas US$ 1.000 per tahun dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 7% pada saat penduduk 200 jutaan. Namun saat tulisan ini dibuat, keadaan menurun jauh, hingga diperkirakan income perkapita hanya 650 US$ dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 4% dan jumlah penduduk hampir 210 juta. Yudo Swasono mencatat bahwa setelah krisis ekonomi yang terjadi pada periode 1982-1986, pada waktu itu pertumbuhan hanya 5%.
Selanjutnya dengan proses industrialisasi pertumbuhan meningkat dan berhasil recovery (pulih kembali), hingga tumbuh tahun 1989 ialah 7,5%, tahun 1991 mencapai 6,6% dan pada akhir Repelita X, atau akhir Pembangunan Jangka Panjang II akan tumbuh dengan rata-rata 8,7%. (Muhammad Thoyib, 1995, h-4). Namun perkiraan ini meleset jauh, sebab mulai 1997 terjadi krisis moneter yang berlanjut hingga riset ini ditulis, ternyata kondisi itu masih belum pulih.
Implementasi dan Strategi Industrialisasi.
Menurut Dumairy (1996, h-128), dalam implementasinya ada empat argumen atau basis teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi, yaitu : argumen keunggulan komparatif, keterkaitan industri, penciptaan lapangan kerja, dan argumentasi loncatan teknologi. Dalam kenyataannya, bisa saja dikaitkan bahwa semua argumen ini bermuara kepada satu tujuan yaitu : peningkatan pendapatan masyarakat atau peningkatan cadangan devisa negara.
Penulis akan mencoba menelusuri pendapat Dumairy ini sebab mengarah kepada pemilihan jenis industri. Negara yang menganut konsep keunggulan komparatif (comparative advantages), akan mengembangkan industri yang mengembangkan keunggulan komparatif baginya, misalnya India yang memiliki perkebunan kapas yang banyak akan mengembangkan industri tekstil. Negara yang berpijak pada konsep keterkaitan industri (industrial linkage), akan mengembangkan industri yang mengakibatkan majunya sub sektor ekonomi yang lain.
Negara-negara yang industrialisasinya berlandaskan pada argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment creation) akan memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Jenis industrinya disebut : industri padat karya dan umumnya terjadi pada industri kecil. Sedangkan pada negara yang menganut paham loncatan teknologi (technology jump atau state to the art technology), percaya bahwa hanya dengan industri yang memiliki teknologi tinggi akan memberi nilai tambah besar dan akan menciptakan industri-industri lain yang digerakkannya.
Tentu saja, semua pilihan jenis industri itu ada sisi positifnya dan tak sedikit pula sisi negatifnya. Jika berargumentasi keunggulan komparatif sisi positifnya ialah: efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam yang ada dan berhasil memanfaatkan segala potensi lainnya. Namun kelemahannya, tingkat kualitas produk sangat bergantung pada apa adanya dari alam saja, sehingga pada suatu saat mungkin kualitas barang tak sesuai lagi dengan harapan konsumen, maka industri ini akan merugi. Demikian pula industri dengan teknologi tinggi kadang tidak efisien dan menyerap banyak sumber-sumber daya yang ada terutama modal.
Selanjutnya, Dumairy (1996, h-229) menguraikan pula tentang dua macam jenis strategi, yaitu strategi substitusi impor (import substitution) dan strategi promosi ekspor (export promotion).
Strategi substitusi impor, dikenal juga dengan istilah strategi “orientasi ke dalam” atau Inward Looking Strategy, yaitu suatu strategi industrialisasi yang mengutamakan pengembangan jenis industri untuk menggantikan impor produk-produk sejenis. Pada tahap awal, yang dikembangkan biasanya adalah industri ringan yang menghasilkan barang-barang konsumtif. Untuk memungkinkan menjadi besar, industri-industri yang masih bayi (infant industry) biasanya dilindungi oleh pemerintah atau diproteksi, sehingga tidak terlalu berat bersaing dengan produk impor, misalnya dengan pengenaan tarif khusus/pajak impor (tariff barrier). Sehingga harga barang impor mahal tak dapat bersaing dengan harga barang sejenis buatan dalam negeri. Walaupun dalam praktik, industri yang diproteksi ini bukannya membesar dan dewasa malah manja hingga tak maju-maju.
Sedangkan strategi promosi ekspor (export promotion), sering disebut dengan “orientasi ke luar” (Outward Looking Orientation). Dalam konsep ini negara mengembangkan jenis industri yang menghasilkan barang-barang untuk di ekspor. Strategi ini biasanya dilakukan setelah sebuah negara berhasil melakukan strategi substitusi impor.
Di Indonesia, sebagaimana halnya di banyak negara berkembang lainnya, sektor industri disiapkan untuk menjadi motor penggerak kemajuan sektor-sektor lain, serta diharapkan menjadi sektor yang memimpin (the leadingsector). Itulah sebabnya industrialisasi senantiasa mewarnai perjalanan pembangunan ekonomi. (Dumairy, 1996, h-230).
Dalam konsep ilmu strategi, sebenarnya pilihan Inward looking tersebut kadang dikenal dengan “Resourcess Based Orientation”, yaitu suatu strategi yang mengutamakan atau berdasar kepada kemampuan internal perusahaan. Sebaliknya disebut “Market Based Orientation” ini yang outward looking, yaitu suatu strategi dengan mengutamakan pasar terlebih dahulu, artinya melihat keadaan pasar dunia, apa yang saat ini sedang laku di pasaran dan dalam kualitas yang bagaimana.
Sebagai penutup dari uraian kerangka teori ini ialah: Bahwa pada umumnya semua negara yang memulai proses industrialisasi selalu berawal dari perhatian yang sangat kuat kepada sektor pertanian. Pada analisa berikutnya, riset ini akan mencoba menggali seberapa besar peranan sektor pertanian dan industri selama kurun waktu 30 tahun, dan dari sana akan dianalisa kejadian apa saja yang mengiringinya pada setiap kurun waktu selama tiga dasa warsa itu.
ANALISA UNTUK SETIAP DEKADE
Pada bagian berikutnya, penulis akan memaparkan temuan-temuan yang dianalisa dari Data LPE-IBII (2002) yang dalam makalah ini dilampirkan hasil rekapitulasinya pada setiap dekade, yaitu : Dekade Pertama : 1970-1980, dekade kedua 1980-1990, dan dekade ketiga 1990-2000, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 3, di halaman berikut.
Dekade Pertama : Kurun Waktu 1970
Hasil perhitungan dari data yang ada menunjukkan bahwa :
a. Walaupun pertumbuhannya bervariasi, secara umum sektor pertanian terus memberikan kontribusi yang bertambah kepada PDB dengan rata-rata 6.01% dan terjadi lonjakan produksi tahun 1973, ketika naik hingga 29,5%. Jumlah produksi rata-rata tiap tahun mencapai Rp. 29.655,42 milyar.
b. Keadaan sektor industri, pada dekade ini juga tumbuh dengan pertumbuhan mencapai rata-rata 12.35%. Walaupun kecepatan pertumbuhannya melebihi sektor pertanian, ternyata pada dekade ini belum bisa melampaui hasil pertanian. Yang menarik ialah : bahwa kontribusinya meningkat terus dari 9% hingga 14% dari PDB.
c. Kontribusi jasa-jasa di luar jasa perdagangan dan pertambangan relatif tetap setiap tahun yaitu antara 9-10% PDB.
d. Kontribusi variabel lain, yang terdiri atas: Pertambangan dan penggalian listrik, gas dan air bersih, bangunan, hotel restauran dan jasa keuangan lainnya, kontribusinya kepada PDB relatif kurang lebih 50% dari PDB dan ini bertahan cukup lama.
e. Pendapatan per kapita cukup tinggi mencapai US $ 2.233 pada tahun 1977, dengan rata-rata selama dekade ini sebesar US $ 1898.70, dan ini tertinggi dibandingkan pada dua dekade terakhir.
f. Pertumbuhan pemberian kredit kepada swasta terus meningkat, seiring dengan gerak laju pembangunan secara umum dengan mencapai rata-rata 22,16% pertahun.
g. Investasi secara nominal bertambah, namun prosentase pertumbuhannya menurun terus, dan rata – rata dalam dekade ini mencapai Rp. 18.567,35 milyar. Sementara pertumbuhan tertinggi hanya terjadi tahun 1970-1971 sebesar 21%, sedangkan rata-rata pertumbuhan pada dekade ini sebesar 7,84% saja.
h. Rata-rata upah tercatat mencapai angka Rp. 400.000 – 1.000.000,- untuk pemerintah, sedangkan swasta antara Rp. 100.000,- s.d. 200.000,-
Peristiwa yang Menonjol Kurun Waktu 1970 – 1980
Pada kurun waktu ini, ada beberapa peristiwa penting, pertama ialah Pemilu dengan 10 partai, merupakan Pemilu di zaman Soeharto tahun 1971, kemudian pemilu 1977 yang akhirnya mengekalkan jabatan presiden Soeharto. Pernah terjadi goncangan Peristiwa Malari 15 Januari 1975, tetapi tidak begitu mengganggu pemerintahan Soeharto. Berikutnya, aksi mahasiswa tahun 1978, di mana kampus ITB pernah di duduki tentara, juga tidak meruntuhkan Soeharto.
Kaitannya dengan perekonomian, ternyata pada tahun-tahun kejadian banyak posisi menguntungkan antara lain: Pada masa ini, rata-rata perkapita sedang berada pada puncaknya, selain itu tertolong oleh harga minyak dunia yang tiba-tiba meroket pada tahun 1978, 1979 dan 1980, semula 13,40$ per barel, naik menjadi 30,20 dan 36,70, besar kemungkinannya karena keadaan ekonomi baik ini maka posisi Soeharto ketika itu tetap kuat, akan lain dengan keadaan di saat-saat kejatuhannya. Sehingga dapat diduga bahwa kekuatan pemerintahan Pak Harto pada masa dekade ini adalah karena dukungan keadaan ekonomi yang cukup kuat.
Selain itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan nilai kurs rupiah terhadap dollar yang mengambang, maka harga US$ yang semula Rp. 415,00 per dollar untuk tahun 1977 dan sebelumnya, berubah sedikit menjadi Rp. 442,00 tahun 1978 sesudahnya naik terus dan mencapai puncaknya menjelang kejatuhan Pak Harto pada dekade ketiga antara tahun 1991-2000.
Dekade Kedua : Kurun waktu : 1980-1990
Dari data yang ada dengan berfokus pada periode 1980-1990 dapat dianalisa sebagai berikut :
a. Pertumbuhannya tidak bervariasi, namun secara umum sektor pertanian terus memberikan kontribusi yang bertambah kepada PDB, dengan kontribusi merata antara 20-22% PDB dan rata-rata tumbuh sebesar 3,23% lebih rendah dibanding dekade sebelumnya. Selain itu tidak terjadi lonjakan produksi. Jumlah produksi rata-rata tiap tahun mencapai Rp. 46.677,22 milyar.
b. Keadaan sektor industri, pada dekade ini juga tumbuh dengan pertumbuhan mencapai rata-rata 10,03%. Walaupun kecepatan pertumbuhannya melebihi sektor pertanian, ternyata pada dekade ini belum bisa melampaui hasil pertanian. Yang menarik ialah, bahwa kontribusinya meningkat terus dari 9% hingga 14% PDB. Hanya saja pada akhir dekade tepatnya tahun 1990, kontribusi sektor pertanian ternyata sama dengan sektor industri manufaktur sebesar 20%. Sebetulnya, dengan kondisi kontribusi 20% ini terhadap PDB, maka Indonesia sudah masuk ke dalam era industrialisasi.
c. Kontribusi jasa-jasa di luar jasa hotel dan jasa perdagangan dan pertambangan relatif tetap setiap tahun yaitu antara 9 – 10%.
d. Kontribusi variabel lain, yang terdiri atas: pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, bangunan, hotel restoran dan jasa keuangan lainnya, kontribusinya kepada PDB relatif kurang lebih 50% dari PDB dan ini sama dengan keadaan dekade sebelumnya.
e. Pendapatan per kapita terus menurun mencapai US$ 822 pada tahun 1990, padahal pernah mencapai angka di atas US$ 2233 pada tahun 1977. Rata-rata selama dekade ini menurun hingga US$ 110,99, dan ini lebih rendah dibandingkan satu dekade sebelumnya.
f. Pertumbuhan pemberian kredit kepada swasta terus meningkat, seiring dengan gerak laju pembangunan secara umum dengan mencapai rata-rata 28,55% per tahun lebih tinggi dibanding dengan dekade sebelumnya hanya 22,16%.
g. Investasi secara nominal bertambah, namun prosentase pertumbuhannya menurun terus, dan rata-rata dalam dekade ini mencapai Rp. 49,738.
h. Rata-rata upah tercatat mencapai angka Rp. 492.000- untuk pemerintah sedangkan swasta antara Rp 1.805,00.
Peristiwa yang Menonjol Kurun Waktu 1980 – 1990
Peristiwa politik yang menonjol ialah, munculnya gerakan yang disebut “Petisi 50” yakni protes dari para bekas pejabat di zaman Soeharto antara lain : Ali Sadikin, AM Fatwa, A.H Nasution dan lain-lain. Akibatnya presiden Soeharto sangat marah sehingga melakukan tindakan-tindakan pemblokiran usaha dari para pemrotes tersebut.
Ada juga peristiwa yang dampaknya tidak
hilang hingga saat ini, yakni : Kasus Pembantaian Tanjung Priok, di mana sekelompok uma Islam dibantai. Terjadi 12 September 1984, efeknya masih jadi pemberitaan hingga kini, yakni dengan disidangkannya semua yang terlibat, termasuk mantan pejabat militer.
Pada dekade ini dikenal juga konsep deregulasi perbankan, yang intinya memudahkan siapapun mendirikan bank, maka tanpa diperkirakan sebelumnya di Indonesia pernah tumbuh lebih dari 200 bank dan bahkan bank yang sudah ada pun begitu mudahnya mendirikan cabang di seluruh kota-kota di Indonesia. Namun setelah melewati tahun 1984, maka terjadi penurunan harga minyak dunia, maka pemerintah mengeluarkan istilah: Kencangkan ikat pinggang, maka dilakukan penghematan dalam berbagai bidang.
Dekade Ketiga : Kurun Waktu 1990-2000
a. Pada dekade ketiga ini, secara umum sektor pertanian tetap memberikan kontribusi kepada PDB namun turun terus –0,55 dan terjadi penurunan drastis produksi tahun 2000, ketika turun hingga –29,28%. Walaupun demikian, jumlah produksi rata-rata tiap tahun tetap lebih tinggi yaitu mencapai Rp. 61.646,68 milyar.
b. Keadaan sektor industri, maka dekade ini juga tumbuh dengan pertumbuhan mencapai rata-rata menurun menjadi 0.15% saja, namun pada dekade ini, kontribusi dari sektor industri sudah di atas sektor pertanian.
c. Kontribusi jasa-jasa di luar jasa hotel dan jasa perdagangan dan pertambangan relatif tetap setiap tahun yaitu antara 9-10% dan berlaku terus hingga akhir periode pengamatan tahun 2000.
d. Kontribusi variabel lain, yang terdiri atas: pertambangan dan penggalian listrik, gas dan air bersih, bangunan, hotel restaurant dan jasa keuangan lainnya, kontribusinya kepada PDB relatif kurang lebih 50% dari PDB dan ini bertahan hingga akhir periode pengamatan tahun 2000.
e. Pendapatan per kapita terus melemah hingga rata-rata mencapai rata-rata 651,43 US$ per tahun dan mencapai titik terendah sebesar US $ 184 pada tahun 1998 dengan perkiraan jumlah penduduk ketika itu 204.2 juta orang.
f. Pertumbuhan pemberian kredit kepada swasta meningkat pada dekade kedua, namun menurun lagi pada dekade ketiga hingga rata-rata hanya Rp. 277.947 milyar.
g. Investasi secara nominal bertambah hingga tahun 1997, namun seiring dengan terjadinya krisis, maka angkanya menurun tajam dari Rp. 139.725,20 tahun 1997 menjadi hanya Rp. 93.624,30 pada tahun 1998 dan turun lagi pada tahun-tahun berikutnya.
h. Rata-rata upah tercatat mencapai angka Rp. 6.322.000,00.- untuk pemerintah sedangkan swasta antara Rp. 2.000.000,00.-
Peristiwa yang Menonjol Kurun Waktu 1990–2000
1. Keadaan awal 1990, ekonomi Indonesia tergolong dalam keadaan baik dan pertumbuhan rata-rata 6% setiap tahunnya. Peristiwa yang menonjol adalah perang Irak. Namun dampaknya terasa pada penurunan harga minyak dunia dan ini menganggu perekonomian Indonesia dan akhirnya secara menyeluruh terjadi penurunan pendapatan per kapita.
2. Peristiwa yang sangat penting dalam dekade ini bagi bangsa Indonesia ialah, terjadinya perubahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Presiden Habibie dan kemudian Presiden Abdurrahman Wahid.
Beberapa Catatan Ekonomi antara lain:
a. Terjadi penurunan pertumbuhan baik di sektor pertanian, industri dan jasa, pada tahun 1998 sebagai akibat krisis moneter yang terjadi di pertengahan Juli 1997.
b. Posisi PDB per kapita pada tahun 1998, berada pada titik yang terendah dengan nilai US $184.
c. Kredit perbankan kepada dunia swasta betul-betul dipangkas sehingga terjadi penurunan mencapai –54%. Pada saat inilah terjadinya goncangan ekonomi yang sangat parah misalnya pabrik-pabrik di Pulau Gadung Jakarta banyak yang tidak beroperasi dan peristiwa lainnya yang menandai krisis ekonomi yang cukup parah.
Analisa Rata-rata 30 tahun dan Prediksi dengan Regresi
Bagian berikut ini adalah hasil analisa dari beberapa variabel yang akan dianalisa melalui tabel rekapitulasi dan Perhitungan Regresi-Korelasi seperti pada Tabel 4 berikut ini.
KESIMPULAN
Setelah menganalisa dengan seksama, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri dengan melihat kontribusinya kepada PDB, berlangsung sejak berkuasanya orde baru, yaitu 1970-an, dan pertumbuhan industri ternyata berjalan cepat dan baru terjadi pergeseran pada akhir tahun 1980. Sejak tahun ini, negara Indonesia sudah dapat digolongkan sebagai negara industri. Tumbuhnya industri banyak melahirkan lapangan kerja. Berarti ada atau cukup besar kontribusi industri kepada rakyat banyak melalui penciptaan lapangan kerja dan pada gilirannya akan meningkatkan juga kualitas hidup rakyat.
2. Pada dekade pertama, sektor industri tumbuh dengan rata-rata 12,35 serta kontribusinya meningkat terus dari 9% hingga 14%. Kemudian pada dekade kedua 1980-1990 dapat seimbang dengan sektor pertanian dan pada dekade ketiga sektor industri menjadi sektor pemimpin (leading sector) melebihi sektor-sektor lainnya. Bila kemajuan itu dipertahankan dan pemilihan jenis industrinya tepat bagi rakyat banyak, maka akan sangat terasa manfaat dari industrialisasi tersebut terhadap rakyat banyak, khususnya dalam akselerasi perekonomiannya.
3. Turun-naiknya proses perubahan itu juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan yang terjadi pada setiap dekade, misalnya pada dekade pertama 1970-1980 ada peristiwa Malari (15 Januari 1975) dan perubahan mendadak dari harga minyak dunia. Pada dekade kedua 1980-1990, terjadi penurunan harga minyak hingga lahir kebijakan kencangkan ikat pinggang dan terakhir pada dekade ketiga 1990-2000 perubahan drastis terjadi di saat pergantian pemerintahan ketika itu investasi turun hingga – 55%, tentunya menyebabkan variabel lain menjadi turun nilainya.
4. Sektor industri mempunyai derajat hubungan yang kuat dengan variabel lain, misalnya sektor pertanian, jasa, dan lain-lain. Akan tetapi hanya pada variabel harga minyak dunia ternyata hubungannya lemah, artinya pesat atau tidaknya industrialisasi di Indonesia selama 30 tahun itu tidak terkait langsung dengan turun naiknya harga minyak di pasaran Internasional. Bila demikian halnya, setiap pengembangan industri, akan jelas kaitannya terhadap variabel lain, termasuk diantaranya variabel-variabel yang dapat menyejahterakan rakyat banyak, misalnya : keluaran industri yang mampu menggerakkan ekonomi rakyat banyak. Dengan kata lain variabel-variabel mana saja yang mendukung kepentingan rakyat, bisa dipahami melalui variabel yang kuat hubungannya itu.
Prediksi
Dengan melihat korelasi yang kuat antara sektor industri dengan sektor lainnya, maka dapat diperkirakan bahwa masa depan pertumbuhan ekonomi akan dapat ditentukan dengan pesat tidaknya industri asal saja sektor lain jangan dihilangkan, terutama sektor pertanian dan pada perhitungan rata-rata ternyata selama tiga puluh tahun itu, jumlah sumbangan nominalnya terhadap PDB relatif sama antara sektor pertanian dan sektor industri.
PENUTUP
Setelah mengkaji dengan cukup mendalam tentang identifikasi proses transformasi sektor pertanian ke sektor industri, dapat ditarik kesimpulan secara umum, ternyata dari sudut pandang nilai rata-rata selama 30 tahun, ekonomi bangsa Indonesia ini tidak seburuk apa yang diperkirakan orang.
Walau harus diakui, pada akhir dekade ketiga yakni saat ini, perekonomian sedang terpuruk, hanya untunglah masih ada sisa-sisa kekuatan daya tahan di masa lampau, sehingga negara Indonesia tidak mengalami “totally collapse” atau hancur total dan centang-perenang.